Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menegaskan, kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan diterapkan pada 2025 bertujuan menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Menurut Said, langkah tersebut diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat.
“Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Said, dikutip pada Senin, 9 Desember 2024.
Peningkatan PPN ini disepakati oleh Pemerintah dan DPR melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 2021. Meskipun ada penyesuaian tarif, Said memastikan barang-barang kebutuhan pokok tetap bebas dari PPN. Barang-barang tersebut meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging segar, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran segar.
“Selain barang-barang tersebut, semuanya dikenakan PPN menjadi 12 persen, termasuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas,” jelasnya.
Kebijakan ini juga dirancang agar masyarakat dengan kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara. Dana tersebut, lanjut Said, akan digunakan untuk program-program sosial yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi.
Namun, ia mengakui bahwa kontribusi PPnBM terhadap penerimaan negara masih terbatas, dengan rata-rata hanya sebesar 1,3 persen sepanjang 2013-2022. Oleh karena itu, jika penerapan PPN 12 persen hanya difokuskan pada barang-barang mewah, target penerimaan pajak tahun 2025 kemungkinan sulit tercapai.
Said juga menyadari potensi dampak kebijakan ini terhadap daya beli masyarakat. Untuk itu, Banggar DPR meminta pemerintah merancang kebijakan mitigasi yang komprehensif. Said mengusulkan delapan langkah mitigasi, antara lain menambah anggaran perlindungan sosial, mempertahankan subsidi energi, memperluas subsidi transportasi, dan meningkatkan bantuan pendidikan.
“Operasi pasar rutin juga harus dilakukan untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Selain itu, belanja pemerintah perlu lebih fokus pada produk UMKM, serta pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat terdampak melalui pelatihan dan akses kredit usaha rakyat (KUR),” Pungkasnya.
Tinggalkan Balasan