Aktivis Gemarak, Bima mengatakan bahwa sebagai bagian dari generasi muda yang mewarisi semangat perjuangan reformasi 1998, pihaknya menyatakan penolakan tegas terhadap segala bentuk propaganda yang mencoba membelokkan, mereduksi, atau mengaburkan esensi sejati dari reformasi.
“Reformasi bukanlah sekadar catatan sejarah, melainkan amanat rakyat yang menuntut perubahan sistemik, penghapusan korupsi, tegaknya demokrasi, supremasi hukum, serta perlindungan terhadap hak asasi manusia”.
Lebih lanjut Bima mengatakan “Segala upaya untuk memanipulasi makna reformasi demi kepentingan kelompok tertentu adalah bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat dan para pahlawan demokrasi”.
Pihaknya menolak narasi-narasi palsu yang mengglorifikasi masa lalu otoriter atau mencoba menciptakan ilusi stabilitas dengan mengorbankan kebebasan sipil. “Reformasi bukan selesai, ia masih menjadi pekerjaan rumah besar bangsa ini. Oleh karena itu, kami menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda, untuk kritis, sadar, dan terus menjaga warisan reformasi dari distorsi dan manipulasi”, ujar Bima.
Reformasi bukan milik segelintir elit. Reformasi adalah milik rakyat. Dan kami akan terus menjaganya.
“Reformasi tidak mati, ia berkembang dalam tantangan. Negara ini milik rakyat, bukan slogan murahan yang membakar emosi. Contoh keberhasilannya adalah kebebasan pers, demokrasi elektoral, pengawasan publik dan keterlibatan masyarakat sipil”, ungkap Bima.
Gerakan mahasiswa bukan sekedar orasi dan aksi jalanan. Gerakan yang kuat adalah yang menghasilkan solusi nyata, kajian ilmiah dan pengaruh kebijakan bukan hanya poster dan retrorika. Karena tantangan yang dihadapi untuk mahasiswa adalah ikut membangun solusi, bukan hanya meratap di jalanan.
“Kami bukan menolak perubahan, kami menolak propaganda murahan. Reformasi adalah proses panjang dan kami memilih untuk memperbaikinya, bukan menguburnya”, ujar Bima.
“Kawan kawan aktivis, gerakan mahasiswa bukan panggung drama. Bukan juga pengeras suara untuk propaganda tanpa isi. Mereka berteriak “Reformasi dikubur!” Tapi tidak pernah datang membawa alternatif. Tak pernah duduk menyusun kebijakan. Tak pernah berani berdialektika, hanya pandai berorasi. Mereka bilang negara ini tak lagi milik rakyat. Tapi mereka sendiri hanya merampok simpati rakyat untuk kepentingan kelompoknya.
Kita lawan bukan rakyatnya. Tapi mereka yang menjual penderitaan rakyat demi panggung politik. Kita butuh gerakan dengan otak, bukan hanya pita suara.”
“Kita butuh narasi yang lahir dari buku, bukan dari hoaks di linimasa. Cukup sudah mahasiswa dijadikan pion. Saatnya mahasiswa jadi pemimpin ide”, tutup Bima.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan