JAKARTA – Era jaman now ini, seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka diperlukan budaya baru dalam mengkonsumsi media secara sehat.
Maka literasi media juga berlaku pada konsumen media online, atau media baru yang tersebar melalui jejaring internet. Namun, literasi media tentu tidak bisa berjalan dengan baik tanpa peran serta masyarakat. Peran itu dapat berupa individu, komunitas, dan kelompok.
“Awak media memerlukan bantuan mahasiswa agar mengambil bagian dengan mensosialisasikan metode literasi media kepada masyarakat,” ungkap Pemred Rakyat Merdeka Bambang Santoso.
Hal itu mengemuka dalam Seminar
Literasi Media Sebagai Alat Pemersatu Bangsa yang diinisiasi EO-PHORIA creative organizing di Cafe Semang Coffe and Lounge Sarinah Menteng Jakarta Pusat, Jumat petang (12/7/2019).
Lebih lanjut, Bambang mengapresiasi peran pemerintah bekerjasama dengan media dan masyarakat untuk mewujudkan persatuan dan tetap berpatokan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, falsafah Pancasila dan konstitusi UUD 45. Namun, kata dia, kenyataannya masih gentayangan berita-berita hoax yang provokatif mengarah pada perpecahan, kerusuhan, ujaran kebencian terhadap simbol negara.
“Ini PR maha berat, peran mahasiswa sangat dibutuhkan mensosialisasikan literasi media kepada masyarakat awam khususnya,” ucap Bambang.
Sementara itu, Pemred Suara Pembaharuan Aditya L Djono mengakui masih ditemukan berita yang tidak jelas kian berseliweran di media sosial. Terbaru adalah hoax berita penerapan ganjil-genap bagi pengguna sepeda motor.
“Faktanya ini adalah hoax. Hal yang tidak tertangkap media untuk diklarifikasi maka mau tidak mau ia tumbuh sebagai kebenaran. Fakta sebenarnya selalu butuh waktu untuk mengklarifikasi. Sayang nya 10 penerima hoax hanya 5 yang mengikuti klarifikasi dari media mainstream,” bebernya.
Aditya mengatakan kekritisan pembaca sangat dibutuhkan terlebih lahirnya media massa abal-abal akibat gampangnya membuat portal online di era digital ini.
“Masyarakat harus kritis, perlu dilatih literasi media. Penegakan hukum untuk memberi efek jera dan mempersempit ruang gerak para produsen hoax,” sebutnya.
Ditempat yang sama, Staf Ahli Menteri Kominfo RI bidang hukum Prof. Dr. Drs. Hendri Subiakto, SH., MH. membeberkan masifnya berita hoax diproduksi lantaran semua pihak bisa menjadi menulis bak wartawan.
“Hoax mampu mengelabuhi masyarakat. Makanya dibutuhkan ilmu literasi media atau melek media untuk membedakan berita fakta dan hoax,” jelasnya.
Pemred Harian Terbit Ali Akbar menyebutkan bahwa media sosial menjadi heboh setelah Pilpres sehingga memacu pada polarisasi masyarakat. Hal demikian hanya demi mencari nama dan viewer.
“Perlu diingat, media harus berimbang, keberpihakan pada rakyat. Jangan mengejar kecepatan, tapi proses konfirmasi meski sedikit telat namun terpercaya,” tambah Ali Akbar.
Ketua Ikatan Wargawan Online (IWO) Jodi Yudhono menyarankan agar ada pendidikan literasi lewat workshop sebagai sarana edukasi.
“Literasi adalah membaca dan menulis. Menulis postingan di media sosial memerlukan kecerdasan menulis seperti data maupun fakta. Tidak menyinggung perasaan. Tidak menyebarkan ujaran kebencian,” tandasnya.
Dalam kegiatan tersebut, turut hadir juga delegasi mahasiswa-mahasiswi berbagai Universitas se-Jabodetabek sebagai peserta diskusi publik. Harapannya lahirlah pemikiran-pemikiran moderat generasi milenial sebagai input atas pergerakan media massa sebagai alat pemersatu bangsa kedepan.