Jakarta – Sudah dua bulan sejak mobil balap listrik alias Formula E melewati garis finish. Namun sampai saat ini laporan pertanggungjawaban event yang menyedot ratusan miliar bahkan konon katanya hampir Rp 1 triliun uang rakyat tersebut belum juga ada.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Andre Vincent Wenas sangat prihatin dengan kondisi ini (red- laporan pertangungjawaban formula e tak kunjung finish).

“Kita tidak boleh bosan mengingatkan, bahwa laporan pertanggungjawaban event balapan mobil listrik Formula E itu belum ada sampai sekarang. Sudah dua bulan berselang sejak mobil balap listrik terakhir melewati garis finish,” ujarnya.

Menurut Wenas, hingga saat ini baru PSI melalui Ketua Fraksinya di DPRD DKI Jakarta, Anggara Wicotra Sastroamidjojo, yang meminta agar laporan pertanggungjawabannya dipertangungjawabkan via sesi interpelasi.

“Ya interpelasi. Itu yang diminta. Agar semuanya jadi jelas sebelum Gubernur Anies Baswedan lengser pada Oktober 2022 sebentar lagi. Ini sesi bertanya resmi anggota dewan terhadap kebijakan gubernur yang berdampak luas serta strategis,” terang Wenas.

Wenas kembali mengingatkan, event Formula E itu jelas berdampak luas lantaran menggunakan uang rakyat ratusan milyar (atau bahkan kabarnya sudah lebih dari setriliun). Setriliun itu seribu miliar. Belum jelas rinciannya bagaimana? Akibat laporan yang resmi (dan teraudit) tak kunjung mencapai garis finish itu tadi.

“Lagi pula komitmen yang dibuat Gubernur Anies perihal Formula-E ini multi-years, jadi melewati masa jabatannya. Dan bakal jadi beban bagi Gubernur penggantinya nanti sampai beberapa tahun ke depan. Padahal dana rakyatnya sudah digelontorkan terlebih dahulu di masa pemerintahan Gubernur Anies. Ini mesti jelas pertanggungjawabannya. BPK dan KPK tidak bisa dan tidak boleh acuh,” cetusnya.

Dijelaskannya, urgensi interpelasi ini jadi tinggi mengingat sisa masa jabatan Gubernur Anies yang tersisa kurang dari tiga bulan lagi. Akan tidak pas jika interpelasi ini dilakukan setelah Gubernur DKI itu lengser.

“Kita menunggu fraksi-fraksi lain di DPRD DKI Jakarta apakah memang sungguh-sungguh mau mengawal uang rakyat serta menjaga agar kebijakan eksekutif sungguh berpihak pada rakyat. Apakah mereka punya komitmen total untuk meminta pihak eksekutif mempertanggungjawabkan secara formal di forum terbuka. Interpelasi,” tukas Wenas.

Atau kecurigaan publik tentang adanya kongkalikong antara eksekutif dan sebagian besar anggota legislatif di DPRD DKI Jakarta ternyata benar adanya. Saling menutupi, saling kolusi menjarah uang rakyat. Ini skema atau teknik korupsi yang dilegalisasi lewat legislator. Korupsi berjamaah sebutan populernya, oleh para jamaah koruptiah. Lembaga penegak hukumnya pun terkesan letoy.

“Trias politika sudah jadi “Trias Corruptica”: Executhieves, Legislathieves dan Judicathieves. Trio pencuri uang rakyat. Memalukan!,” cetus Wenas.

Interpelasi, imbuh Wenas, menjadi krusial, mendesak, karena dari hasil interpelasi itu bisa dirumuskan bagaimana parlemen Jakarta bakal mengambil sikap. Apakah bakal mendukung terus kegiatan Formula E selanjutnya atau tidak lagi mendukung.

Namun itu semua mesti bertolak dari laporan pertanggungjawaban yang komprehensif, dan dilaporkan secara terbuka (transparan) di parlemen via forum interpelasi. Tak boleh ada patgulipat yang disembunyikan. Tak boleh juga ada kongkalikong lewat undangan makan malam-malam di rumah dinas Gubernur lagi.

“Kapan laporan pertangungjawaban itu sampai ke garis finish Pak Gubernur?,” pungkas Wenas.

Temukan juga kami di Google News.