Jakarta – Demonstrasi besar yang terjadi pada akhir Agustus 2025 telah meninggalkan luka sosial yang mendalam di tengah masyarakat. Peristiwa tersebut tidak hanya memunculkan ketegangan di ruang publik, tetapi juga memicu krisis kepercayaan terhadap institusi kepolisian, terutama menyangkut cara aparat bertindak di lapangan. Gelombang kritik yang mengemuka menjadi alarm serius bahwa relasi antara Polri dan masyarakat membutuhkan penataan ulang yang mendasar, terbuka, dan berkelanjutan.
Koalisi Sipil Reformasi Polri (KORSPRI) menilai bahwa situasi pasca-demonstrasi tersebut harus dibaca sebagai momentum reflektif, bukan semata sebagai tekanan. Menurut Ketua KORSPRI, Laode Kamaludin, kepercayaan publik adalah fondasi utama kerja kepolisian, dan ketika fondasi itu terguncang, maka reformasi tidak lagi bersifat opsional, melainkan keharusan.
“Peristiwa Agustus 2025 menunjukkan adanya jarak yang harus segera dijembatani antara Polri dan masyarakat. Kritik publik harus dipahami sebagai dorongan untuk berbenah, bukan sebagai ancaman,” ujar Laode dalam keterangannya.
Dalam konteks inilah, langkah Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 122/P Tahun 2025 tentang pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia dinilai patut diapresiasi. Pelantikan komisi tersebut di Istana Negara pada 7 November 2025 dipandang sebagai sinyal kuat adanya kehendak politik negara untuk menjawab krisis kepercayaan secara sistemik dan terukur.
Penunjukan Prof. Jimly Asshiddiqie sebagai Ketua Komisi, bersama sejumlah tokoh nasional lintas latar belakang seperti Mahfud MD, Yusril Ihza Mahendra, Otto Hasibuan, hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mencerminkan upaya menghadirkan perspektif hukum, demokrasi, dan pengalaman institusional secara komprehensif. KORSPRI menilai komposisi ini memberi harapan bahwa reformasi Polri tidak akan dijalankan secara parsial, melainkan menyentuh aspek struktural dan kultural secara bersamaan.
Bagi KORSPRI, pembentukan Komisi Percepatan Reformasi Polri tidak hanya bermakna organisatoris, tetapi juga simbolik. Langkah ini merupakan pernyataan terbuka bahwa Polri bersedia melakukan refleksi dan koreksi terhadap praktik-praktik yang selama ini dipersepsikan bermasalah oleh publik. Reformasi internal menjadi sinyal penting bahwa Polri tidak menutup diri dari kritik, melainkan menjadikannya sebagai energi perubahan.
Di mata masyarakat, simbol reformasi tersebut dimaknai sebagai janji bahwa Polri akan bergerak menuju institusi yang lebih profesional, humanis, dan menghormati hak-hak sipil. Harapan publik tertuju pada kepolisian yang mengedepankan hukum, dialog, dan pelayanan, bukan pendekatan koersif.
Namun demikian, Laode menegaskan bahwa pemulihan kepercayaan publik tidak boleh berhenti pada tataran simbolik. Kepercayaan yang mulai tumbuh saat ini masih bersifat rapuh dan sangat bergantung pada langkah konkret Polri ke depan.
“Publik tidak menuntut kesempurnaan instan, tetapi menunggu bukti nyata. Jika reformasi tidak segera dirasakan dalam praktik sehari-hari, maka kepercayaan yang mulai pulih dapat kembali runtuh,” tegasnya.
KORSPRI menilai tantangan terbesar reformasi Polri justru terletak pada keberlanjutannya. Reformasi bukan agenda jangka pendek, melainkan proses panjang yang membutuhkan kemauan politik, kepemimpinan moral, serta pengawasan publik yang konsisten. Komisi Percepatan Reformasi Polri harus mampu melampaui fungsi seremonial dan benar-benar menjadi motor transformasi kelembagaan.
Lebih jauh, KORSPRI meyakini bahwa keberhasilan reformasi Polri akan menjadi fondasi penting bagi stabilitas demokrasi dan keamanan nasional. Polri yang profesional dan dipercaya publik merupakan prasyarat utama bagi terciptanya ketertiban sosial dan kepastian hukum.
“Hanya dengan menjadikan semangat Polri untuk Masyarakat sebagai prinsip kerja nyata, bukan sekadar slogan, luka sosial akibat krisis kepercayaan dapat dipulihkan. Reformasi Polri pada akhirnya bukan hanya kepentingan institusi, melainkan kebutuhan bersama bagi masa depan demokrasi Indonesia,” pungkas Laode Kamaludin.



Tinggalkan Balasan