Tarakan – Radikalisme sudah merasuk kepada kaum milenial dan yang sangat memprihatinkan. Semenjak beberapa tahun terakhir ini gerakan radikalisme sudah masuk ke dunia pendidikan dan kalangan kaum muda. Fenomena bom bunuh diri dan lain sebagainya yang melibatkan kaum muda dan beberapa waktu lalu terkomfirmasi bahwa gerakan radikal banyak menyusupkan paham-paham dan memperluas jangkauan jaringannya melalui dunia Perguruan Tinggi baik Swasta maupun Negeri dan sekolah bahkan di tingkat Paud sendiri. Sehingga Pengurus Cabang PMII Tarakan berinisiatif menggelar Sekolah Algoritma Kebhinekaan.
“Mahasiswa dan siswa yang masih berada dalam proses pencarian identitas diri dan tahap belajar mengenal banyak hal menjadi sasaran yang paling strategis untuk memperkuat gerakan radikalisme yang terbalut dalam agama. Terlebih lagi posisi strategis mahasiswa dan siswa yang mempunyai jangkauan pergaulan luas dan relatif otonom dianggap oleh gerakan radikal sebagai sarana yang paling pas dan mudah untuk memproliferasi paham-paham radikal yang mereka perjuangkan.”, tutur Bilal selaku Praktisi Hukum Kaltara, Peneliti Terorisme.
Potensi perkembangan ideologi radikal kanan tidak hanya masuk dan merasuk pada komunitas atau ormas aliran keagamaan saja tetapi sudah masuk di dalam organisasi mahasiswa pada perguruan tinggi, baik perguruan tinggi islam maupun perguruan tinggi umum.
Ideologi radikal kanan di perguruan tinggi kembali meningkat dan mencuat kepermukaan. Berbagai bentuk kegiatan kajian keislaman dan nuansa keagamaan di masjid-masjid kampus khususnya di perguruan tinggi umum semakin menemukan kembali momentumnya.
Berbagai aliansi mahasiswa yang “terpapar radikalisme” dari berbagai kampus secara terang-terangan menginginkan tegaknya khilafah Islamiyah dan mengganti ideologi Pancasila tanpa adanya rasa bersalah sedikitpun. Berbagai narasi dan wacana khilafah tersebut dibenturkan dengan pemerintah yang menganut demokrasi sistem thogut dan kafir, pancasila tidak lagi relevan dengan kondisi umat.
“Hal ini menjadi ultimatum dan blue print wacana aksi untuk melegalkan khilafah Islamiyah sebagai satu-satu jalan kebebasan terciptanya khoirulu ummah (sebaik-baiknya umat) yang madani dengan hadirnya pemimpin (khalifah) yang adil dan menegakkan sistem khilafah Islamiyah di Indonesia.”, jelas Arbain, Akademisi dan Penulis Buku ‘Deradikalisasi di Perguruan Tinggi’.
Oleh karena itu, penting bagi ormas keagamaan mainstream (NU dan Muhammadiyah) melakukan berbagai kajian wasathiyah dan penguatan karakter kebangsaan demi terjaganya NKRI baik di masjid-masjid umum maupun masjid-masjid kampus.
“Dan perlu kita sadari bersama bahwa “Radikalisme adalah “IBU KANDUNG” dari Terorisme”, tegasnya.
Paham radikal di lingkungan kampus yang digawangi kelompok salafi wahabi hadir dalam kemasan simbol-simbol keagamaan. Sampai pada tahap membangun imej bahwa gerekan mereka dalah gerakan keagamaan, menghalangi apa yang mereka lakukan adalah berarti menghalangi syiar agama.
Mereka mampu berkamuflase secara soft dengan berbagai media dan gerakan dalam balutan agama semisal kajia-kajian santai di masjid kampus hingga konten – konten media sosial yang di kemas sedemikian menarik dengan berbagai tema mulai dari romantisme percintaan dikalangan pemuda, lanjut pada amaliah-amaliah yang dianggap tidak sesuai syariat, sampai dengan isu-isu kesenjangan social yang bermuara pada doktrin bobrok nya sistem di Negara ini.
Berkembangangnya faham radikal di lingkungan Kampus adalah ketika gerakan ini tak memiliki tanding di ruang-ruang perguruan tinggi, sebab mahasiswa Nasionalis (Cipayung) kurang memperlihatkan tajinya.
Maka guna menangkal persebaran faham tersebut agar tidak dapat tumbuh berkembang di dunia kampus, perlu dan penting kiranya Negara hadir bekerja sama dengan Organisasi Mahasiswa bercorak nasionalis seperti PMII,HMI,IMM,GMNI dan lainnya. Organisasi-organisasi tersebut perlu diberi ruang seluas-luasnya untuk bergerak di internal kampus untuk menyentuh para mahasiswa lainnya agar tidak mudah tersentuh dan terbawa arus faham-faham radikal.
“Penanaman nilai-nilai Pancasila perlu disemai kembali karena ruang kontestasi ideology, ruang rebutnya ada di kampus serta sebagai upaya membentuk komitmen kebangsaan dan kesadaran bersama serta pihak rektorat kampus harus berani memberikan penegasan terhadap organisasi mahasiswa atau Unit Kegiatan Mahasiswa yang dikemas bernuansa agama khususnya di Provinsi Kalimantan Utara.”, ucap Zulkifli, Mabincab PC. PMII Kota Tarakan.