Oleh :
Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto
Gerakan ICW beserta gerbong lsm-lsm yang diduga mendapat dukungan keuangan dari asing mendukung Novel Baswedan dkk yang gagal mengikuti Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menjadi tanda tanya besar.
Ada apa dengan ICW yang begitu getol membela Novel Baswedan dibandingkan mendukung KPK yang jelas-jelas sudah dinaungi UU Nomor 19/2019?.
Apakah ICW dan Novel Baswedan saling memegang kebobrokan masing-masing sehingga mereka bersepakat untuk seiring sejalan membuat kegaduhan agar KPK tenggelam meskipun sudah diperkuat lewat UU No 19/2019.
Ego ICW untuk melemahkan KPK secara terang-terangan sangat jelas karena menabrak UU No 19/2019. Ketika UU KPK belum direvisi, ICW beserta gerombolannya bisa seenak hati memainkan KPK bahkan ketika laporan temuan BPK tahun 2018 dan komisioner KPK saat itu melakukan pemeriksaan di KPK masa Abraham Samad, Bambang Wijayanto, Novel Baswedan banyak masalah.
Publik harus diingat kembali saat Rapat Dengar Pendapat bersama Pansus Angket KPK, pakar hukum pidana Prof Romli Atmasasmita pada Selasa (11/7/2017) mengungkapkan perlunya ICW dipanggil ke sini untuk klarifikasi.
“ICW dipanggil ditanya uang sebanyak itu untuk apa. Saya makin yakin ada persoalan antara KPK dengan ICW,” kata Romli di Ruang KK 1, Gedung DPR, Komplek Parlemen, Senayan.
Prof Romli mengatakan ada dana hibah yang masuk ke ICW senilai Rp96 miliar dari 56 donor asing. Menurutnya, sumber dana bisa diteliti apakah sesuai dengan UU yang ada.
“Saya diminta ICW lihat di web, ada 54 donor asing Rp96 miliar. Saya pikir ada dana donor asing, LSM plus dari lembaga di bawah PBB. Ada masuk uang asing ke ICW dan aturan hibah asing yang perlu diteliti, apakah sesuai UU hibah,” ujarnya.
Dana tersebut merupakan kerjasama dengan KPK yang menurutnya masuk dalam rekening ICW. Sehingga, ada hubungan antara KPK dan LSM anti korupsi tersebut.
Lebih lanjut Romli menyarankan harus ada aturan yang mengatur antara lembaga pemerintah dengan LSM. Dia menginginkan perbaikan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi, tapi tidak melanggar regulasi yang berlaku.
Kehadiran UU Nomor 19/2019 tentunya mengatur hubungan kerjasama lembaga pemerintah lewat KPK dengan LSM. KPK dibawah kepemimpinan Firli cs juga harus membongkar kebobrokan konspirasi KPK sebelumnya Abraham Samad, Bambang Widjajanto dan ICW merujuk Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2018 sehingga strategi dalam pemberantasan korupsi akan on the track.
Perbaikan KPK dengan kehadiran UU No 19/2019 tentunya KPK dapat dijadikan sebagai sarana berantas korupsi dengan tidak melanggar hukum dan harus menjadi contoh untuk kelembagaan lainnya.