Jakarta – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi, menanggapi keras pernyataan mantan Menpora Roy Suryo yang menyebut tindakan Bareskrim Polri sebagai “jahat” karena menyita bundel surat kabar Kedaulatan Rakyat (KR) edisi 1980. Habib Syakur menilai pernyataan tersebut berpotensi menyesatkan publik dan harus segera diluruskan.
Menurutnya, tindakan penyitaan oleh aparat penegak hukum adalah bagian dari mekanisme penyelidikan yang sah dalam proses hukum. Surat kabar KR yang dimaksud disita sebagai alat bukti penting dan langkah itu dilakukan untuk keperluan verifikasi keaslian serta dokumentasi hukum, bukan untuk disembunyikan dari publik.
“Tindakan penyitaan itu sah secara hukum. Tuduhan Roy Suryo bahwa hal tersebut melanggar hak publik tidak berdasar. Arsip publik memang terbuka, kecuali ketika sedang berada dalam proses hukum,” jelas Habib Syakur dalam keterangannya, hari ini.
Lebih lanjut, Habib Syakur kembali menuding pernyataan Roy Suryo menyesatkan dan berpotensi melemahkan legitimasi institusi hukum. Sebaliknya, penyitaan surat kabar oleh Bareskrim merupakan bagian dari prosedur sah dalam pembuktian hukum untuk menjaga keaslian dokumen, bukan mengaburkan fakta.

Habib Syakur juga menegaskan bahwa klaim Roy Suryo soal “hilangnya” edisi KR tertentu justru membuktikan bahwa proses penyitaan dilakukan secara terbuka dan telah ditindaklanjuti secara profesional oleh pihak kepolisian.
Selain itu, Habib Syakur menyoroti tudingan Roy Suryo yang menyebut adanya kejanggalan dalam penulisan bulan puasa dalam koran KR edisi 18 Juli 1980, yang sebelumnya ditampilkan oleh Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro.
“Kejanggalan penulisan tidak serta-merta membatalkan fakta. Keaslian dokumen pers tidak bisa diukur dari persepsi pribadi, tapi melalui uji forensik dan validasi dari institusi resmi,” tegasnya.
Lebih jauh, Habib Syakur mengingatkan agar semua pihak tidak menyebarkan narasi sepihak tanpa bukti yang kuat, karena hal itu bisa menjadi bentuk manipulasi informasi yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
“Kalau narasi seperti ini terus dipelihara tanpa dasar yang kuat, maka publik patut bertanya, apa sebenarnya motif di balik upaya meragukan bukti yang sudah diverifikasi secara resmi?” tutupnya.
Tinggalkan Balasan