Jakarta, 14 Desember 2025 — Politisi senior Bestari Barus menekankan pentingnya sinergi dan koordinasi antar pemangku kepentingan pasca penetapan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Menurutnya, dinamika politik serta situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang berkembang perlu dikelola secara cermat agar tidak menimbulkan gejolak sosial.

“Pasca ditetapkannya RKUHAP, diperlukan sinergi dan koordinasi yang baik antar seluruh pemangku kepentingan, sehingga dinamika sosial dan politik yang berkembang di masyarakat dapat diantisipasi dan dikelola secara optimal,” ujar Bestari di Jakarta, Minggu (14/12).

Ia menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki peran strategis dalam sistem pemerintahan, tidak hanya sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga sebagai penjaga stabilitas nasional. “Polri tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi juga memiliki posisi yang sangat strategis dalam menjaga stabilitas nasional,” katanya.

Bestari menilai Polri dituntut untuk bersikap tegas dan profesional dalam melakukan pengawasan terhadap implementasi kebijakan. “Isu-isu sensitif dan strategis yang menjadi sorotan publik harus bisa diredam dan diselesaikan secara cepat, tepat, dan proporsional sebelum berkembang menjadi polemik yang lebih luas,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bestari mengungkapkan analisisnya terkait dinamika politik menjelang Pemilihan Umum 2029. Ia menyebut setidaknya terdapat tiga potensi besar yang perlu menjadi perhatian bersama. “Pertama, ada kemungkinan muncul kembali figur calon pemimpin nasional dengan latar belakang militer. Kedua, ada potensi keterlibatan keluarga Presiden dalam Pemilu 2029 yang dapat menimbulkan persepsi dan dinamika tertentu di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Menurut Bestari, potensi tersebut dapat memicu pro dan kontra di ruang publik. “Karena itu, aparat keamanan harus benar-benar siap menjaga situasi agar tetap kondusif,” tegasnya.

Terkait substansi RKUHAP, Bestari menyoroti besarnya kewenangan yang diberikan kepada penyidik Polri. “Dalam KUHAP yang baru, Polri diposisikan sebagai penyidik utama dengan kewenangan yang sangat dominan, sementara PPNS dan penyidik tertentu lainnya diwajibkan untuk selalu berkoordinasi dengan Polri,” jelasnya.

Ia juga menilai kewenangan PPNS relatif terbatas, khususnya dalam hal penangkapan dan penahanan. “Kondisi ini berpotensi menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap Polri dalam proses penegakan hukum,” katanya.

Selain itu, Bestari menyinggung proses pengesahan RKUHAP yang menuai kritik dari pegiat demokrasi. “Masih ada sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHAP, dan partisipasi publik dalam proses pembahasannya dinilai belum maksimal,” ujarnya.

Menurutnya, DPR dan pemerintah belum sepenuhnya serius melibatkan masyarakat sipil. “Para politikus di DPR yang membahas RUU KUHAP juga menjadi bagian dari lahirnya kebijakan yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat, sehingga wajar jika muncul kekhawatiran terhadap arah penegakan hukum dan demokrasi ke depan,” pungkas Bestari.

Temukan juga kami di Google News.