Jakarta – Menanggapi meningkatnya eskalasi tuntutan Reformasi Polri dari berbagai kelompok mahasiswa di sejumlah daerah, Ketua BEM Universitas Mpu Tantular, Sdr. Edgar Sogalrey, menyampaikan pernyataan resmi guna mereduksi potensi kerawanan dan menjaga ruang gerak gerakan mahasiswa tetap konstruktif serta tidak terseret pada pola agitasi yang dapat mengganggu stabilitas sosial.
Dalam rilisnya, Edgar menegaskan bahwa kritik mahasiswa terhadap institusi negara adalah bagian dari fungsi kontrol publik yang dijamin konstitusi. Namun, ia mengingatkan bahwa dinamika tersebut harus disampaikan dalam koridor akademis, argumentatif, serta mengutamakan dialog. “Gerakan mahasiswa wajib berdiri pada landasan moral dan intelektual, bukan pada sentimen destruktif yang mengarah pada provokasi atau penggiringan opini tidak berbasis data,” ujarnya.
Edgar juga menilai bahwa isu Reformasi Polri kerap dimanfaatkan oleh pihak eksternal untuk mendorong polarisasi di tengah masyarakat, terutama melalui penyebaran narasi yang dipotong, diperbesar, atau dipelintir di ruang digital. Ia mengajak seluruh mahasiswa untuk lebih selektif dalam membaca informasi, agar tidak mudah terseret pada narasi agitasi yang dapat merugikan perjuangan mahasiswa itu sendiri.
Lebih jauh, BEM Universitas Mpu Tantular mendorong penyampaian kritik melalui mekanisme dialog terbuka dengan menghadirkan representasi akademisi, masyarakat sipil, dan pihak kepolisian sebagai bentuk komitmen bersama untuk mendorong perbaikan institusi secara elegan dan berkelanjutan.
“Momentum ini bukan tentang memperuncing konflik, tetapi tentang membangun jembatan komunikasi yang sehat antara mahasiswa dan institusi negara. Reformasi tidak harus gaduh—reformasi bisa dilakukan melalui argumentasi, kolaborasi, dan literasi,” tutup Edgar dalam rilisnya.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan