JAKARTA – New Emerging Forces Activist 98 (NEFA’98) hari ini merilis analisa komprehensif mengenai perjalanan panjang reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sejak 1999 hingga era Presisi di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Analisa ini menegaskan bahwa proses reformasi merupakan perjalanan besar yang membutuhkan konsistensi, keberanian, dan pembenahan menyeluruh pada tiga aspek fundamental: struktural, instrumental, dan kultural.
Semangat Reformasi 1999: Fondasi Transformasi Polri
Reformasi Polri berawal dari tuntutan kuat masyarakat pasca-Orde Baru yang menuntut pemisahan Polri dari ABRI. Pemisahan yang ditetapkan melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menjadi titik tolak besar bagi institusi kepolisian untuk berubah menjadi organisasi sipil yang profesional, akuntabel, dan menghormati hak asasi manusia.
“Reformasi Polri bukan sekadar restrukturisasi organisasi, tetapi perubahan paradigma dari aparat kekuasaan menjadi pelayan masyarakat,” ujar Abdul Kadar, SekJend NEFA’98.
Penilaian Tiga Aspek Fundamental Reformasi
1. Aspek Struktural
Pemisahan kelembagaan dari militer telah berhasil menciptakan kemandirian operasional dan administratif. Namun, tantangan masih muncul dari aspek pengawasan eksternal dan sinkronisasi antar lembaga penegak hukum. Kompolnas dan Ombudsman menjadi pilar penting dalam upaya ini, tetapi masih perlu penguatan kewenangan dan efektivitas.
2. Aspek Instrumental
Modernisasi SDM, anggaran, sarana prasarana, dan regulasi internal menjadi fokus utama. Meski terdapat kemajuan signifikan dalam teknologi dan perangkat kerja, persoalan transparansi rekrutmen, promosi jabatan berbasis merit, dan efektivitas anggaran tetap menjadi sorotan publik.
3. Aspek Kultural
NEFA’98 menegaskan bahwa aspek kultural adalah yang paling krusial dan sekaligus paling sulit. Masih terlihat residu budaya lama seperti arogansi aparat, pungutan liar, serta penanganan kasus yang tidak berkeadilan. “Di sinilah akar persoalan terbesar reformasi Polri: kultur yang belum sepenuhnya berubah,” tegas Abdul Kadar.
Program Presisi: Akselerasi Reformasi di Era Digital
Program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) menjadi kerangka modern untuk membawa Polri memasuki era digital. Pendekatan ini mengintegrasikan tiga aspek fundamental reformasi:
Prediktif: Pemanfaatan data dan teknologi untuk mencegah kejahatan.
Responsibilitas: Pelayanan cepat dan tanggap kepada masyarakat.
Transparansi Berkeadilan: Penguatan akuntabilitas dan pengawasan publik.
“Presisi adalah payung transformasi Polri di tengah tuntutan masyarakat yang semakin kritis dan perkembangan teknologi yang cepat,” jelas Abdul Kadar.
Masukan Publik: Suara Rakyat yang Tak Boleh Diabaikan
Tim Percepatan Reformasi Polri telah menerima puluhan ribu masukan dari masyarakat, menjadi indikator kuat bahwa publik menaruh harapan besar terhadap pembenahan institusi ini. Keluhan masyarakat—terutama terkait sikap dan perilaku anggota di lapangan—menandakan bahwa aspek kultural masih menjadi titik lemah paling mendasar.
“Masukan publik bukan sekadar keluhan. Itu adalah cermin kepercayaan masyarakat. Reformasi tidak boleh hanya top-down; ia harus berbasis umpan balik rakyat,” ujar Abdul Kadar.
Rekomendasi NEFA’98 untuk Percepatan Reformasi Polri
1. Fokus Utama pada Reformasi Kultural
Pembinaan mental, etika, dan profesionalisme harus menjadi prioritas nasional di tubuh Polri.
2. Penguatan Pengawasan Eksternal
Kompolnas dan Ombudsman harus diberikan kewenangan dan sumber daya tambahan untuk memastikan pengawasan efektif.
3. Penerapan Sistem Merit yang Ketat
Rekrutmen, mutasi, dan promosi harus berbasis kompetensi dan integritas, bukan koneksi atau transaksional.
4. Institusionalisasi Umpan Balik Publik
Masukan masyarakat harus dijadikan dasar kebijakan dan indikator kinerja setiap program reformasi.
Penutup
NEFA’98 menegaskan bahwa reformasi Polri adalah maraton panjang yang memerlukan keteguhan, keteladanan, dan keberanian untuk berubah dari dalam. Dari pemisahan Polri dari militer pada 1999 hingga perjalanan menuju era Presisi hari ini, reformasi harus terus berjalan tanpa kompromi.
“Polri harus menjadi institusi yang dipercaya, dihormati, dan dicintai rakyatnya. Itu hanya mungkin jika reformasi kultural benar-benar menjadi prioritas,” pungkas Abdul Kadar.



Tinggalkan Balasan