Jakarta – Hoaks invasi Warga Negara Asing (WNA) asal China bisa ikut pesta demokrasi Pilpres 2024 terus semakin mencuat di ruang publik maupun ruang digital. Informasi hoaks ini menciptakan disinformasi yang dapat merusak persatuan bangsa di tahun politik.

Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS, mengatakan tetap bisa sampai saat ini tetap ada sejak manusia ada di muka bumi ini bahkan sejak adanya negara-negara mulai berdiri hingga meletusnya Perang Dunia II.

“Saya pelajari sejak lama Negara-negara berdiri juga misalnya seperti perang dunia kedua itu ternyata itu muncul karena hoaks. Di mana diawali dari antara Jerman dan Polandia. Jadi ketika itu Jerman memprovokasi bahwa Polandia akan menyerang Jerman, padahal dilakukan oleh tentara Jerman sendiri sehingga terjadilah perang dunia kedua,” kata Fernando dalam diskusi Barisan Anak Timur (BAT) bertajuk ‘Hoaks Ancaman Serius Persatuan Bangsa di Tahun Politik’ di Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2023).

Fernando menegaskan, banyak negara di belahan dunia terjadi konflik karena banyak hoaks sehingga ada yang diuntungkan dari maraknya informasi-informasi yang tak dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berdampak timbulnya perpecahan di negara-negara itu sendiri. APalagi Indonesia saat ini telah memasuki tahun-tahun politik.

“Apalagi di tahun tahun politik ini kan masing- masing tim ini membuat tim siber. Jadi kalau kita pelajari dari pemilu-pemilu sebelumnya, ternyata mereka bukan sekedar memproduksi hoaks, bukan sekedar memproduksi kepentingan-kepentingan untuk mempromosikan calon presiden wakil presiden yang akan mereka usung, tetapi juga bagaimana memanage dari lawan-lawannya dengan memberi memberikan informasi-informasi yang tidak tepat terkait dengan capres dan cawapres lawan politiknya,” kata Fernando.

“Jadi ini kan karena memang ada yang diuntungkan. Ada yang bisa ada manfaat yang bisa didapatkan dari hoaks sehingga masih saja tetap bisa kita lihat. Ini bagian dari kemajuan teknologi juga. Hoaks ini semakin banyak menyebar dan semakin bisa dinikmati. Jadi hidup dan mati manusia itu bukan hanya pada mulutnya saja sekarang, tetapi pada jempol nya karena ada di tangannya sekarang. Jadi tinggal sekali klik dia bisa menyebarkan informasi yang benar atau juga bisa menyebarkan informasi yang tidak benar itu,” sambungnya.

Ditegaskannya, memasuki tahun politik, publik kini kembali dihadapi dengan banyaknya berita-berita hoaks khususnya warga China bisa ikut pemilu. Ia menilai ada suatu agenda tersembunyi mengapa isu ini kerap diproduksi ulang padahal, menurutnya, isu hoaks ini sudah pernah muncul sejak lama bahakn sejak tahun-tahun sebelumnya.

“Kalau kita lihat ini persaingan negara-negara kuat. Di dunia ini kan ada 2 kutub sekarang ini kan kalau kita lihat ada Amerika ada China. Ya kita tidak bisa menutup mata kita tidak bisa memungkiri bagaimana negara negara adidaya ini juga memberikan pengaruhnya di negara seperti kita Indonesia melalui Pemilu. Dan kita tidak bisa menutup mata juga bagaimana pemerintah saat ini kalau kita lihat lebih cenderung banyak bekerja sama dengan China, makanya ini produksi hoaks ini oleh lawan politiknya Pak Jokowi. Sehingga seperti tadi mungkin banyak hoaks TKA China, (WNA China Dapat) KTP,” kata dia.

“Tapi tidak bisa dibuktikan kebenaran itu. Jadi ini lah memang karena untuk kepentingan-kepentingan menjatuhkan lawan politiknya sehingga hoaks itu diproduksi termasuk saat ini karena yang lebih mudah dimanfaatkan adalah karena Pak Jokowi lebih dianggap kepada China,” tegasnya.

Cendikiawan Nahdlatul Ulama, Nur Ahmad Satria, kerap disapa Gus NAS, menilai para penebar kebohongan memiliki kelihaian baik secara psikologi maupun logika berfikir untuk memberikan harapan kepada audiens dengan serangan-serangan berita hoaks yang diproduksinya sehingga para penerima itu seolah-olah merasa puas dengan informasi tersebut.

“Fenomena munculnya hoaksi ini memang ada unsur pandangan negatif kepada siapapun yang dianggap beda dengan dirinya. Contoh ada orang yang tidak pro dengan Pak Jokowi tahu pasarnya itu pasar orang yang tidak cocok dengan Jokowi, yang anti Jokowi,” katanya.

Mengenai hoaks WNA China, Gus NAS teringat proxy war bagaimana kemudian negara adidaya mengadu domba suatu bangsa dengan tidak menggunakan tangannya sendiri namun menggunakan tangan orang atau negara lain. “Cuma kita enggak menyadari bahwa kita diadu domba. Ini kepentingan Amerika kepentingan China bermain di Pemilu tahun 2024, pasti. Maka saya bilang siapa yang didukung oleh Amerika, siapa yang didukung oleh China juga mulai terlihat. Makanya kalau isu-isu yang dilemparkan kelompok yang mengatakan pro dengan China itu pasti grupnya yang dibeking oleh Amerika itu atau sebaliknya,” jelasnya.

Ini kita jangan terjebak oleh permainan global yang sebenarnya mereka yang menikmati hasilnya kita yang berantem. Kasus di Syria seperti Arab Spring itu jelaskan gara-gara hoax sampai detik ini kan berantakan di Suriah. Ini betul betul perlu diantisipasi perlu diseret perlu disaring perlu dipahami bahwa ini apakah ada agenda di balik sebauh pandangan negatif.

Kemudian, lanjut Gus NAS, ada istilah yang namanya troling, yakni ada pihak yang sangat senang kalau melihat lawan atau orang menderita, Hal ini kata dia, orang punya memiliki karakter biadab. “Suka kalau ada orang susah. Ini kan payah, bangsa apa kita ini? Oleh karena itu perlu ada ketegasan. Hoaks itu cara yang paling murah untuk menjatuhkan lawan. Apalagi kalau musim ini kecerdasan buatan itu yang berbahaya. Kalau kita enggak aktif betul memahami mana betul mana yang tidak,” ujarnya.

Ditegaskan Gus NAS, bangsa Indonesia harus kritis terhadap apapun yang punya kecenderungan provokasi, cara-cara provokasi yang kemudian dibuat untuk memancing banyak pihak di tahun politik.

“Nah dari situ maka kelihatan bahwa kalau udah tahu bahwa ada beberapa berita-berita yang hoaks, berita-berita yang benar untuk pemula bisa dipilah-pilah, maka akan muncul satu sikap yang benar. Yang kedua antisipasi untuk hoax itu tidak menyebar untuk kita, harus mengecek kembali informasi,” ungkapnya.

Sementera itu, praktisi komunikasi dari UHAMKA, Gilang Kumari Putra, menyatakan bahwa dalam teori komunikasi yakni bukan bicara baik atau tidak baik melainkan efektif atau tidak efektif dalam menyampaikan pesan kepada khalayak.

“Hoaks di sekitar kita itu jangan-jangan bagi sebagian orang menjadi sebuah komunikasi yang sangat efektif. Nah persoalannya adalah tadi disampaikan juga sama Cak NAS bahwa ini memang ada yang diuntungkan gitu ya. Ada yang menikmati ketika hoaks itu misalnya dia ini pendukung si A, pasti akan senang tuh diberikan informasi-informasi. Ini kita bicara soal komunikasi efektif atau tidak efektif. Nah hoaks hari ini bagi sebagian orang dianggap sebagai komunikasi yang efektif,” katanya.

Ketika hoaks menjadi sebuah komunikasi yang efektif, ditegaskannya maka tentu akan sangat berbahaya di masyarakat sehingga hoaks dianggap menjadi suatu yang bia. Hal yang sangat negatif dan diluar perspektif kebenaran justru dianggap hal yang biasa.

“Jadi masyarakat kita itu, lalu ketika menerima informasi informasi negatif dan dia senang dengan informasi itu maka dia sekedar share saja. Dia tidak aware ya tidak peduli itu saya jadi bagian informasi. Dalam sebuah diskusi, saya pernah sampaikan bahwa influencer tidak boleh menjadi buzzer. Terus apa jawaban teman teman ya? Mungkin bagi orang yang menganggap kami buzzer kami influencer, dibalik-balik,” ujarnya.

“Jadi keluar dari logika berpikir kita bahwa pertama orang menganggap hoaks itu sebagai sebuah komunikasi yang efektif, ada lima ketika bicara komunikasi, bicara komunikator, bicara komunikan, bicara pesan, bicara media, bicara feedback. Jadi orang tuh kadang berpikir yang paling penting feedbacknya, makin benci sama lawan makin bagus. Padahal dalam komunikasi itu ada unsur unsur lain sebelum sampai feedback,” tukasnya.

Di akhir acara, dalam diskusi ini, pemuda yang tergabung dalam Barisan Anak Timur (BAT), melakukan deklarasi dukung pemilu damai yang menyampaikan tiga poin. Pertama, menjaga keutuhan dan persatuan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kedua, sukseskan pemilu 2024 yang bermartabat, aman, damai tanpa hoaks, ujaran kebencian, money politik, politisasi agama dan etnis.

Ketiga, Lawan hoaks dan disinformasi di medsos seperti hoaks invasi China ikutan pemilu karena dapat merusak proses demokrasi. Saring sebelum sharing.

Temukan juga kami di Google News.