JAKARTA – Ketua Cyber Indonesia Muanas Alaidid memberikan perhatian khusus berbagai isu menjelang tahun politik yang kian mendekat di 2024.

“Tinggal hitungan bulan kita akan merasakan kembali demokrasi di Indonesia yang dimana di setiap momennya memberikan kesan dan pesan bagi kita semua yang didalamnya juga tidak lepas dari politik. Namun jauh sebelum kita memikirkan tentang indahnya dan merasakan kemeriahan pesta Demokrasi itu, kita wajib dan harus tahu apa saja yang bisa membuat kehangatan pesta demokrasi menjadi terurai,” ungkap Muanas, hari ini.

Diantaranya, menurut Direktur Komite Pemberantasan Mafia Hukum itu adalah politik identitas dan berita bohong atau Hoaks. Dua hal ini yang biasanya saling berhimpitan dan mengisi celah dan bisa menjadi noda besar pada kemudiaan pesta demokrasi jika berada di negara ini dan terdaftar sebagai warga negara Republik Indonesia.

“Maka dengan otomatis kita harus paham tentang makna Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Seperti makna dari Bhineka Tunggal Ika maka tidak ada ruang bagi para pemecah,” ujarnya.

Kata dia, kesatuan dan persatuan untuk menggunakan cara dan sikap yang mengedepankan Golongan atau simbol tertentu guna mendapatkan pengaruh politik, dan perlu diketahui bersama terhadap oknum-oknum politisi yang masih menggunakan cara-cara politik identitas.

Karena jika membiarkan hal-hal seperti itu kemungkinan terjadi politik identitas akan menggiring opini publik orang yang tidak beriman sama dengan mereka tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Hal ini tentu saja menyebabkan kaum minoritas akan kehilangan hak yang sama dalam pemerintahan negara khususnya dalam ranah Pemilu maupun pemilihan Presiden.

“Beberapa kasus politik identitas yang hampir paling sering digunakan itu adalah agama. Tidak bisa dipungkiri pasti ada orang atau golongan yang kemudian sebagai kampanye, maka kami sangat konsen terhadap kasus-kasus seperti ini karena sudah pasti jika politik mengatasnamakan agama sama sekali tidak akan membangun demokrasi yang baik dan sehat di Indonesia,” sambungnya.

Selain itu, kata dia, cara instan untuk mendapatkan pemilih atau suara yang biasa dipakai oleh oknum politik identitas itu adalah dengan menyebarkan hoax atau berita bohong.

Terbukti dari beberapa kasus Pemilu atau Pilpres dalam dua periode kemarin masyarakat melihat adanya beberapa penyebaran berita bohong yang ditargetkan untuk menggiring beberapa elemen masyarakat yang kurang mendapatkan literasi informasi.

“Berita bohong atau hoax begitu mudah berjalan di tengah masyarakat dan sayangnya masyarakat yang minim akan literasi berita serta fanatic buta terhadap sesuatu sangat mudah termakan berita bohong,” ucapnya.

Muanas melanjutkan berkaca dari pengalaman 2019 momentum Pemilu Legislatif atau Pileg dan Pilpres menjadi ajang paling aktif di Indonesia dan terbukti juga bahwa berita hoax paling banyak persediaannya adalah terkait dengan isu politik yang disusun dengan agama.

“Sebagai contoh pada Pilpres 2019 tersebar hoaks bahwa jika Joko Widodo terpilih sebagai Presiden RI maka di Indonesia dilarang pelaksanaan azan di masjid atau mushola,” sindirnya lagi.

Padahal dahulu, lanjut Muanas, hoaks banyak didominasi dengan isu kesehatan namun kini beberapa oknum menggunakan hoaks dengan isu agama dan isu politik kepentingan politik yang bisa mendapatkan suara yang banyak untuk menjadikan calon yang diusung kan itu menang.

“Dan itu harus kita perangi bersama. Pada tahun 2024, Indonesia kembali mengadakan pesta demokrasi pemilu 2024 ini telah menjadi perbincangan di mana-mana, penyebaran berita itu terjadi di masyarakat Indonesia perlu lebih kritis agar tidak terjerumus atau bahkan ikut menyebarkan hoaks yang dapat dipidana sesuai dengan undang-undang,” paparnya.

Oleh karenanya, Muanas berpesan kepada semua elemen masyarakat untuk tetap waspada terhadap hoaks dengan isu agama dan harus menambah literasi informasi dan membuka ruang informasi sebanyak-banyaknya dan jangan dengan mudah menelan mentah-mentah informasi yang tersebar tanpa menelusuri dengan jelas darimana sumbernya dan kebenarannya.

“Jangan sampai justru disinformasi dimana kita mengetahui bahwa itu berita bohong tetapi dengan sengaja menyebarkan berita itu atau yang lebih parah,” katanya.

Dia menyakini ada segelintir pihak yang diuntungkan dari penyebaran berita hoaks jelang Pemilu ini dan ini masuk pada istilah kampanye negatif. Katanya, meningkatnya hoaks ini didukung oleh faktor makin ramainya pengguna media sosial di Indonesia sebagai sarana pertukaran informasi yang begitu cepat dan media sosial menjadi sarana mudah penyebaran hoaks.

“Dari fakta jumlah media sosial dan jumlah meningkatnya hoaks menjelang pemilu kita menyadari bahwa politik dan hoaks tidak dapat dipisahkan menjelang Pemilu, seakan opini publik itu dimainkan untuk menarik suara,” jelasnya.

Dikatakannya, mayoritas hoaks yang sering di angkat di Indonesia adalah hoaks menyangkut isu agama karena konten agama paling diandalkan oleh kandidat politik. Namun, perlu disadari bahwa akan berdampak buruk demokrasi di Indonesia karena hoaks dan politik identitas.

Makanya, lanjut dia, perlu meningkatkan minat serta kemampuan literasi media menjadi solusi menangkal hoaks. Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, mengevaluasi, menganalisis informasi dalam berbagai bentuk.

Literasi media juga sangat memiliki keaslian dan akurasi informasi pada era digital saat ini yang paling utama saat ini adalah bisa sadar akan dampak buruk dari hoaks sehingga tidak mudah terprovokasi dari hoaks. Terutama isu agama jangan lah terlalu fanatik dengan calon yang dipilih lalu menggunakan akal sehat dan menghalalkan segala cara atas digiring opini-opini berita bohong.

“Pahami dulu dan cermati dulu terkait informasi dan jangan sampai kita terprovokasi karena hoaks tersebut. Karena kita dapat mendapatkan kerugian juga dapat mencoreng arti demokrasi di bangsa ini. Atas semua itu hanya satu tujuan kita untuk menjaga NKRI. Sudahilah politik ini dengan identitas dan indentitas agama ditambah hoaks dengan begitu pesta demokrasi menjadi lebih indah karena tidak ada ruang untuk hoaks di negara RI. Tetaplah menjadi negara Indonesia yang dicintai ini,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.