Kaprodi HI FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Faisal Nurdin Idris menegaskan, butuh kajian yang lebih mendalam soal terkait aspek politik pembentukan Dewan Keamanan Nasional (DKN), pasalnya, jika melihat dari prosesnya, pembentukan DKN tidak melibatkan masyarakat secara luas.

“Bahkan pilihan pembentukan DKN melalui Perpres cenderung menghindari debat panjang di DPR,” ujar Faisal Nurdin dalam keterangannya, Senin (12/12).

Dijelaskan Faisal, dalam pembentukan sebuah aturan legislasi menjadi penting sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam proses legislasi atau hukum tersebut. Berkaca pada kasus pembentukan Omnibus Law Cipta Kerja misalnya, atau RKUHP yang baru saja disahkan, termasuk soal raperpres DKN ini sepertinya belum ada pelibatan yang bermakna dalam proses pembentukan DKN.

Belakangan ini, lanjut Faisal Nurdin, persoalan demokrasi mengalami pelambatan atau bahkan kemunduran tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Dalam Bali Democracy Forum (BDF) baru-baru ini disebutkan bahwa demokrasi di dunia mengalami kemunduran dan stagnasi, bahkan di negara-negara yang sudah mapan demokrasinya, kualiatas demokrasi di negara-negara tersebut mengalami kemunduran dibanding 30 tahun lalu.

Sedangkan, Dosen FH Universitas Brawijaya, Milda Istiqomah mengatakan, belakangan ini di Indonesia ada upaya peningkatan kekuatan militer seperti upaya militerisasi sipil melalui pembentukan Komcad, revisi UU terorisme yang memberikan kewenangan luas kepada TNI dalam penanganan terorisme dan terakhir soal rencana pembentukan DKN ini melalui rancangan Perpres yang diajukan pada bulan Agustus lalu.

Jika dilihat garis besarnya, lanjut Milda Istiqomah ada beberapa pola yang berulang digunakan yaitu pembuatan kebijakan dilakukan terburu-buru, tanpa ada meaningful participation dari masyarakat. Ini mengulang seperti yang terjadi pada UU Ciptaker, RKUHP, dll, pendapat dari publik tidak digubris oleh pemerintah.

“Pembetukan DKN ini harusnya pengaturannya dibentuk melalui UU, bukan Perpres. Dengan demikian ada pola untuk mengambil jalan pintas dengan mengajukan raperpres soal DKN ini,” tegas Milda Istiqomah.

Raperpres DKN yang diusulkan pada Agustus kemarin, lanjut Milda Istiqomah, tidak memiliki landasan atau cantelan hukum. Sehingga secara normaif hukum tidak tepat bila dibentuk melalui perpres. Selain itu, juga tidak ada catatan evaluasi terhadap Wantanas, ini yang membuat wacana pembentukan DKN menjadi semakin tidak jelas.

“Selain itu terdapat persoalan pembentukan DKN melalui perpres ini berkonsekwensi terjadinya tumpang tindih kewenangan antar lembaga. Kenapa tidak menguatkan lembaga yang sudah ada saja, seharusnya kemekopolhukam yang selama ini memberkan nasehat kepada presiden diperkuat,” sarannya.

Temukan juga kami di Google News.