JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik Sugiyanto menilai proses hukum penyelidikan kasus Formula E yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan proses politik interpelasi Formula E oleh anggota DPRD DKI bisa saling mengisi dan mendukung.

“Hampir dipastikan interpelasi ini berjalan. Karena ini sedang proses penyelidikan di KPK. Yang dilakukan KPK dengan interpelasi oleh anggota dewan itu bisa saling mengisi dan mendukung,” tegas Sugiyanto, hari ini.

Menurut dia, interpelasi menjadi penting karena Formula E, terutama pernyataan Ketua DPRD DKI yang menyebutkan bahwa Gubernur DKI Anies Baswedan menugaskan ke Kadispora untuk meminjam ke Bank DKI. Poin keduanya, kata dia, masa tugas Gubernur habis di tahun 2022, sehingga semua program Gubernur Anies itu harus berhenti atau final di tahun 2022.

“Tidak boleh ada kegiatan lain yang terus berlanjut di tahun 2023, karena kegiatan Anies terikat dalam visi misi yang dikembangkan di RPJMD dan RKPD sesuai tahun pelaksanaan,” ujarnya.

Dikatakannya, interpelasi juga penting agar mengetahui transparansi pengeluaran anggaran negara sebanyak 560 M. Selain itu, kata dia, jika ajang balap mobil listrik ini jadi digelar maka akan berbuntut panjang dan kemungkinan bisa menuju hak angket. Hal itu untuk mengetahui, apakah Gubernur melanggar peraturan perundang-undangan atau tidak. Sehingga dampaknya, Anies akan dilengserkan atau pemberhentian jabatan.

“Kalau dari hak angket ini diketahui Gubernur melanggar peraturan perundang-undangan, soal permintaan dana tadi yang tidak punya payung hukum (Perda) maka dari situ bisa diketahui, dan bisa ditingkatkan jadi hak menyatakan pendapat. Nah dari hak menyatakan pendapat inilah berujung pada pemberhentian Gubernur Anies, dan prosesnya bisa dilanjutkan ke Mahkamah Agung. Ini kalau dianggap melanggar peraturan perundang-undangan. Jadi interpelasi ini mungkin dilaksanakan, karena Gubernur pinjam duit ke Bank DKI sebelum ada payung hukumnya dan ini yang harus didalami, termasuk penggunaan dana itu,” paparnya.

Sugiyanto menyarankan agar Anies gentlemen untuk hadir pada agenda interpelasi, untuk menghindarkan hak angket. “Kalau nggak datang ya bisa ditingkatkan ke hak angket. Jadi akan merugikan Gubernur. Kan di interpelasi, Gubernur bisa menjelaskan apa yang dipersoalkan oleh DPRD. Jadi kalau tidak datang ya akan merugikan Gubernur Anies sendiri. Kalau tidak datang maka akan menuju hak angket, dan hak menyatakan pendapat,” sebutnya.

*Prediksi KPK akan Bergerak Setelah 4 Juni Menunggu Event Formula E*

Disisi lain, Sugiyanto berpesan agar lembaga antirasuah itu fokus bekerja meningkatkan status kasus Formula E menjadi penyidikan. “Kalau sekarang kan penyelidikan mengumpulkan barang bukti, lalu sampai ke siapa yang ditersangkakan. Jadi KPK fokusnya ke kerugian negara. 560 M ini kan duit Commitment Fee yang sudah dibayarkan, tapi kan penyelenggaraan belum berjalan,” bebernya.

Dia memprediksi, KPK masih menunggu pagelaran Formula E berjalan setelah 4 Juni nanti. Karena, kata dia, agar dianggap memenuhi syarat Penyidikan, maka harus ada tersangkanya.

“Sedangkan dananya kan belum terpakai ya, 560 M itu bisa saja dikembalikan. Jadi misalkan KPK menaikkan penyidikan dan diikuti dengan penetapan beberapa tersangka, ternyata mereka sepakat pulangin aja dah 560 M itu, maka kan merepotkan KPK sendiri kan. Duitnya kan belum dipakai. Jadi prediksi saya, ini KPK menunggu 4 Juni, baru kemudian KPK bisa mengambil langkah bagaimana untuk mendalami sejauh mana, untuk apa dananya, mendalami kerugian negara lah,” jelasnya.

Sugiyanto melanjutkan berbicara kerugian negara masih gantung, 560 M itu istilahnya masih ada untuk Commitment Fee, dan bisa jadi nanti dikembalikan lagi oleh Formula E.

“Nah misalnya sudah berjalan 4 Juni, itungannya beda, sudah untung rugi dan adakah kerugian negara, gitu. Jadi itu kira-kira benang merahnya KPK,” tuturnya lagi.

Dia memastikan bahwa Formula E ini jelas tidak punya planning yang bagus dan utuh. Terbukti sampai sekarang tidak ada sponsor. Gubernur minta untuk menggandeng sumber dana lain tapi dari swasta dan lainnya belum ada, belum dengar ada sponsornya.

“Jadi kan walau dari Jakpro, Jakpro itu kan BUMD ya jadi modalnya juga 100 % APBD. Jadi masih pakai uang negara. Dan jika ada kerugian Jakpro ya kerugian DKI. Kalau ini tidak untung, ya dianggap kerugian negara. Gubernur selanjutnya pun nggak mau ambil resiko, kalau terus melaksanakan ya bahaya, apalagi target penonton berkurang, kalau rugi jelas bahaya. Dan KPK bisa masuk lewat situ. KPK sekarang justru masih pengumpulan data untuk penyelidikan, menurut saya sudah maksimal kinerja KPK untuk monitor,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.