Jakarta – Pakar hukum pidana Abdul Fikar Hadjar angkat suara terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Menurutnya, aturan tersebut perlu dipahami secara proporsional karena fungsi Polri pada dasarnya memiliki ruang tertentu yang memungkinkan penugasan di luar institusi.

“Polri punya tiga fungsi: pelayanan, pengamanan, dan pengayoman. Dengan tiga fungsi ini, sebenarnya kalau pun diperbantukan di instansi di luar kepolisian, boleh saja sepanjang masih dalam kerangka tugasnya itu tadi,” ujar Fikar, hari ini.

Ia menegaskan bahwa inti dari tugas Polri tetap berada pada dua fungsi pokok: menjaga keamanan dan ketertiban dalam negeri serta menjadi penegak hukum melalui fungsi penyidikan. Karena itu, penempatan polisi aktif di instansi lain diperbolehkan selama sesuai dengan mandat undang-undang.

“Boleh polisi bertugas di tempat lain, asal dia sesuai dengan tugas dan fungsinya berdasarkan undang-undang,” jelasnya.

Fikar mencontohkan beberapa instansi yang memang secara hukum membutuhkan kompetensi kepolisian, seperti BNN, BNPT, dan KPK. Instansi-instansi tersebut memiliki tugas pengawasan, penegakan hukum, hingga keamanan nasional yang erat kaitannya dengan fungsi dasar Polri.

“Kalau dia ditempatkan di instansi lain sebagai penyidik, ya boleh saja. Karena itu memang fungsinya. Begitu juga jika bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban,” lanjutnya.

Menurut Fikar, yang tidak dibenarkan adalah penempatan di jabatan sipil yang tidak berkaitan dengan fungsi kepolisian, karena akan keluar dari tugas pokok sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Dengan demikian, ia menekankan bahwa penugasan anggota Polri aktif masih dimungkinkan, tetapi harus tetap berada dalam koridor hukum dan sesuai dengan fungsi keamanan serta penegakan hukum yang menjadi dasar keberadaan institusi Polri.