Tangerang – Badan Narkotika Nasional (BNN) menggerebek sebuah clandestine lab di sebuah apartemen di kawasan Cisauk, Kabupaten Tangerang. Dua orang diamankan dalam operasi ini.

Kepala BNN Komjen Suyudi Ario Seto membenarkan adanya penggerebekan ini. “Benar, saat ini kami sedang di lokasi,” kata Suyudi, Sabtu (18/10/2026).

Suyudi menegaskan, pengungkapan ini adalah komitmen BNN dalam memerangi narkoba hingga ke akar-akarnya. BNN tidak mentolelir segala bentun penyalahgunaan narkoba.

“Kami mengimbau masyarakat untuk waspada dan turut aktif dalam menjaga dan melakukan pengawasan di lingkungan terkait penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,” kata dia.

Dilansir detikcom, Suyudi Ario Seto bersama tim BNN berada di lokasi, memimpin penggerebekan, Sabtu (18/10/2025). Dua orang pria diduga pelaku terlihat diborgol dan keduanya memakai masker warna oranye.

Kepala BNN Suyudi, melalui keterangannya di Tangerang, mengungkapkan bahwa dari penggerebekan tersebut, dua orang terduga pelaku berhasil diamankan. Mereka adalah IM, yang berperan sebagai ‘koki’ atau peracik sabu, dan DF, yang bertugas memasarkan hasil produksi haram tersebut. Keduanya ternyata bukan orang baru dalam dunia narkoba, melainkan residivis dalam kasus serupa.

“Tempat produksi sabu di unit apartemen yang berada di lantai 20. Kami berhasil menyita barang bukti sabu dalam bentuk cair dan padat sebanyak satu kilogram, ” ujar Komjen Suyudi Ario.

Tak hanya sabu siap edar, petugas juga menemukan beragam bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses sintesis, serta peralatan laboratorium yang memadai untuk memproduksi narkotika tersebut.

Menurut keterangan kedua pelaku, bisnis ilegal ini telah menghasilkan keuntungan fantastis, diperkirakan mencapai Rp1 miliar dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Untuk mendapatkan bahan baku prekursor, mereka nekat mengekstrak 15.000 butir pil obat asma, yang konon dapat menghasilkan 1 kilogram Ephedrine murni, bahan utama dalam pembuatan sabu.

Mengejutkannya lagi, seluruh bahan kimia dan peralatan laboratorium tersebut dibeli secara online oleh para pelaku. Hal ini menunjukkan betapa mudahnya akses terhadap barang-barang terlarang di era digital ini, sebuah tantangan baru bagi aparat penegak hukum.

Atas perbuatan mereka, kedua pelaku dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) Jo, Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 113 ayat (2) Jo, Pasal 132 ayat (1) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukumannya pun sangat berat, mulai dari pidana penjara minimal 5 tahun hingga hukuman mati.