Jakarta – Bedah Buku kumpulan tulisan “Menyembah Bendoro Cuan” karya budayawan Isti Nugroho berlangsung hangat di markas Indonesian Democracy Monitor (INDEMO) Jakarta,Jumat sore. Diskusi dengan telaah secara reflektif, kritis dan bebas mewarnai acara bedah buku itu.

Berbicara dalam forum yang dimoderatori dosen Universitas Paramadina Herdi Sahrasad itu adalah tokoh Malari 1974 dr. Hariman Siregar, penulis B. Wiwoho, jurnalis Bens Yono, mantan anggota DPR-Fraksi PDIP Beathor Suryadi, Adi Bunardi M.Fil, mantan ketua BEM UI Zaenal Airlangga MA dan lainnya.

Para pembicara melihat, buku itu menjadi penanda konsistensi perjuangan Isti sebagai aktivis demokrasi dan seniman. Dalam rentang 41 tahun, Isti telah mendedikasikan dirinya untuk memperkuat demokrasi di Indonesia. Sedang di dalam berkesenian (sastra dan teater) ia telah berproses selama 45 tahun.

Isti jatuh bangun. Ia pernah dipenjara rezim Orde Baru selama delapan tahun, atas tuduhan subversif. Buku ini juga menandai 65 tahun usia Isti Nugroho.

Setidaknya, tujuh belas tulisan Isti yang dimuat dalam buku ini, berisi refleksi politik, seni dan budaya. Antara lain, soal kultur menyembah uang dalam politik Indonesia dan merebaknya pengkhianatan intelektual. Selain itu juga problem kemiskinan, konsistensi pejuang. Tak lupa soal revolusi, sastra/teater terlibat, negara teror, surat politik untuk tokoh PSI Soebadio Sastrosatomo dan lainnya. Juga dimuat puisi esai, naskah drama dan cerpen politik.

”Kebetulan saya diminta menjadi kurator untuk buku yang diterbitkan Yayasan Guntur 45 Jakarta ini. Fungsi kurator selain menyeleksi tulisan juga menjadi teman dialog penulis dalam olah gagasan. Namun keputusan sepenuhnya tetap ada di tangan penulisnya,”ujar Isti

Ahli filsafat dan analis politik Rocky Gerung mengatakan, Isti sangat paham ekosistem politik negeri ini. Bahkan melampaui analisis akademis, ia menelusuri rasa batin rakyat: negeri yang dikepung kerakusan dan kepongahan. Buku ini adalah endapan pikiran dan kemarahannya.

Di dalam pengantarnya, budayawan dan peneliti Denny JA mengatakan, buku Menyembah Bendoro Cuan ajakan untuk menolak tunduk pada logika pasar yang serba menghitung. Lalu kita kembali menegakkan nilai-nilai yang tak bisa dibeli: keadilan, martabat, solidaritas, dan cinta tanah air.

Temukan juga kami di Google News.