JAYAPURA – Pemilihan Suara Ulang (PSU) Provinsi Papua tinggal menghitung hari, dan dijadwalkan akan berlangsung pada 6 Agustus 2025. Semua pihak diharapkan berpartisipasi aktif untuk menjamin proses PSU berjalan aman dan lancar.

Terkait pilihan kandidat, masyarakat Papua tentu memiliki pertimbangan masing-masing, baik terhadap pasangan calon nomor urut 1, Dr. Drs. Benhur Tomi Mano, M.M., dan drh. Constant Karma, maupun pasangan calon nomor urut 2, Matius Fakhiri, S.I.K., dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen, S.P., M.Eng.

Akademisi Papua, Marinus Yaung, menyampaikan pandangannya kepada media ini mengenai kedua pasangan calon tersebut. Ia menekankan pentingnya kesadaran politik masyarakat Papua dalam menentukan pilihan.

“Orang Papua harus sadar bahwa pilihan politik dia di PSU tanggal 6 Agustus 2025 sangat menentukan masa depan Papua,” ujar Marinus.

Menurutnya, masyarakat harus memilih calon gubernur yang mampu memahami berbagai bentuk ancaman terhadap Papua dan menyiapkan strategi aksi yang tepat untuk mengatasinya.

“Pilihlah Gubernur Papua yang memiliki kemampuan memahami dengan baik ancaman yang akan datang atas orang Papua di masa depan, dan mampu menyiapkan strategi rencana aksi untuk mengatasi ancaman tersebut,” jelasnya.

Ia menyebut bahwa kemampuan dalam membaca dan menganalisis ancaman, baik di bidang keamanan maupun ekonomi, menjadi indikator penting dalam menentukan pemimpin.

“Di antara MDF dan BTM, yang memiliki kemampuan membaca dan menganalisis ancaman dengan segala dinamika di lapangan, dan mampu menyiapkan rencana aksi mengatasi ancaman tersebut, adalah MDF. Karena kemampuan membaca dan menganalisis ancaman di depan adalah pekerjaan sehari-hari MDF selama berkarir di kepolisian,” katanya.

Marinus menyoroti krisis keuangan sebagai ancaman serius bagi Indonesia. Ia menyebut utang negara dan bunga utang yang jatuh tempo pada Juli 2025 mencapai Rp1.250 triliun, atau sekitar 53 persen dari target penerimaan negara sebesar Rp2.390 triliun.

Selain itu, penurunan daya beli masyarakat, stagnasi penerimaan pajak, dan minimnya infrastruktur fiskal memperburuk kondisi ekonomi nasional.

Situasi ini menurutnya menjadi alasan Presiden Prabowo melakukan rekonsiliasi politik dan memberikan amnesti serta abolisi kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong, demi memperluas dukungan politik.

“Dukungan politik yang luas penting karena nantinya Presiden Prabowo akan mengambil kebijakan-kebijakan strategis yang tidak populer, untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi dan keuangan,” jelas Marinus.

Ia memberi contoh kemungkinan kebijakan seperti pemotongan dana desa atau evaluasi ulang terhadap dana Otsus Papua, yang dapat mengurangi aliran dana dari pusat ke daerah. Kondisi ini akan membatasi ruang fiskal pemerintah daerah di Papua dalam menjalankan program pembangunan.

“Dari konteks ancaman keuangan nasional ini, maka rakyat Papua saat memberikan suara PSU nantinya harus memilih Gubernur yang didukung oleh partai mayoritas di parlemen nasional. Karena partai politik yang diberikan kewenangan undang-undang membuat kemitraan hukum dengan mitra strategis keuangan dan pembangunan, baik dalam maupun luar negeri. Mathius Derek Fakhiri (MDF) memenuhi kriteria ini dibandingkan BTM,” ujarnya.

Lebih lanjut, Marinus menekankan soal kepercayaan pemerintah pusat terhadap elite Papua sebagai penentu alokasi dana pembangunan ke depan. Ia menilai MDF lebih dipercaya Jakarta dibandingkan BTM.

“Terakhir soal jaringan politik dan birokrasi, sebagai instrumen pendukung utama untuk memperkuat aliran dukungan finansial terhadap keuangan daerah di Provinsi Papua, jaringan MDF lebih luas dan lebih besar dari BTM. Jaringan politik dari koalisi partai pendukung dan jaringan birokrasi, yang dikuasai oleh beberapa ‘kawan-kawan dekat MDF’ dari institusi kepolisian, akan sangat mempermudah dan memperlancar segala urusan transaksi finansial untuk kepentingan pembangunan Papua ke depan,” urai Marinus lagi.

“Saya meyakini bahwa mayoritas pemilih di Provinsi Papua adalah pemilih rasional. Karena itu, mereka akan memilih Paslon Mariyo atau BTM–CK, berdasarkan logika rasionalitas mereka, demi untuk masa depan Papua yang lebih baik,” tutup Marinus.