JAKARTA – Tudingan bahwa ada pihak atau kelompok yang memprovokasi dan memanfaatkan mahasiswa dan buruh saat aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Omnibus Law) berujung ricuh diamini beberapa pihak.
Salah satunya adalah Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta yang menyebut ada kelompok yang memiliki kepentingan jangka pendek dan gerakan kelompok yang selalu dilandasi hati nurani dan solid.
“Gerakan moral yang bangun oleh buruh maupun mahasiswa selalu dilandasi dengan hati nurani dan sangat solid, tetapi kerap kali gerakan mereka ada yang upaya penyusupan dan melakukan provokasi dengan tujuan politik jangka pendek,” ucap Stanislaus, hari ini.
Dirinya berpandangan demikian lantaran menganggap beleid sapu jagat (omnibus law) disusun demi kemajuan perekonomian dan memangkas birokrasi yang panjang. Alasan berikutnya, hoaks tentang UU Ciptaker lebih dominan dibandingkan fakta.
“Mungkin ini salah satu kegagalan pemerintah, khususnya DPR, mengomunikasikan ke konstituennya terkait dengan UU yang dibahas,” jelasnya.
Karenanya, dia menyerukan kejadian tersebut sebagai momentum penguatan literasi agar masyarakat tidak mendapatkan informasi yang menyesatkan. Kemudian, mendorong pemerintah memberikan ruang dialog publik sebelum membuat ataupun mengesahkan kebijakan dan regulasi.
Sementara itu, salah tokoh kelompok mengatasnamakan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) sekaligus Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah atau akrab disapa Boing juga tidak sependapat jika ada tudingan bahwa demo buruh tolak Omnibus Law diidentikkan kelompok anarkis dan dekat dengan kelompok Anarko. Sehingga substansi tuntutan buruh mengenai Omnibus Law mengabur dan ketutup dengan pemberitaan demo Omnibus Law rusuh.
Secara tidak langsung, Boing tak sependapat jika aksi tersebut berujung kericuhan, anarkis dan merusak fasilitas umum.
Dia menuding ada kelompok kepentingan yang sengaja agar demo tolak Omnibus Law dengan jumlah yang cukup banyak tersebut dimanfaatkan untuk melakukan aksi rusuh.
“Seperti hasil investigasi Tempo yang menyebut pelaku rusuh yang membakar maupun merusak fasilitas umum tersebut memiliki ciri khas memakai sarung tangan hitam sebelah kiri. Sepertinya mereka memiliki keahlian,” ungkap Boing.
Boing mengatakan gerakan buruh saat penolakan Omnibus Law sedari awal sudah ada ketidaksamaan strategi dan taktik gerakan dari masing-masing serikat buruh. Ini, kata Boing, menjadi catatan evaluasi.
“Strateginya ada yang pakai lobi. Ada yang kombinasi aksi-lobi. Kemudian juga ada yang tidak percaya dengan lobi sehingga hanya menggunakan aksi saja. Ini dalam hal penolakan UU Ciptaker,” kata Boing.
Kendati demikian, Boing menegaskan bahwa buruh sudah saatnya untuk terjun ke politik dengan target membuat Partai Buruh.
“Ya minimal buruh, pada saat Pemilu bisa terpilih sebagai Wakil Rakyat sehingga bisa membantu memperjuangkan aspirasi teman-teman buruh lainnya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Polri menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan sementara diketahui bahwa anggota Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) memiliki grup WhatsApp (WA) untuk memprovokasi agar demo penolakan UU Omnibus Law Cipta berujung kerusuhan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengungkapkan bahwa hal itu diketahui setelah dilakukan penangkapan terhadap delapan orang anggota KAMI di Jakarta dan Medan.
“Ya percakapannya di grup mereka. Saya tidak bisa sampaikan nanti. Pada intinya itu terkait dengan penghasutan sama ujaran kebencian berdasarkan SARA,” kata Awi di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/10/2020).
Dalam grup WA itu, kata Awi, beberapa orang menyebarkan pesan-pesan provokasi dan hoaks. Diduga, kata Awi, penghasutan itu yang melahirkan kerusuhan demo penolakan UU Cipta Kerja itu.
Dan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana menyampaikan beberapa contoh konten atau postingan oleh admin grup WhatsApp maupun akun Facebook STM se-Jabodetabek yang dinilainya mengandung hasutan dalam demo penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
“Postingan ini memang berisi hasutan yang mengajak untuk melakukan demo anarkis,” kata Nana saat konferensi pers di kantornya, Selasa, 27 Oktober 2020.
Contoh konten tersebut antara lain ‘Panggilan kepada seluruh STM se-Jabodetabek untuk ke gedung Istana’ — ‘Ayo ikut membela hak kita, lawan hukum yang enggak masuk akal’ — ‘Untuk peralatan tempur terdiri dari petasan, molotov, senter, laser, kemudian ban bekas’– ‘Kalau demo pakai molotov aja biar kelar’ — ‘Buat kawan-kawan ogut tanggal 20 jangan lupa bawa oli, supaya polisinya jatuh’ — ‘Balas dendam terbaik, kita hancurkan gedung DPR, besok bodo amat gak mau tahu’.
Nana mengatakan, polisi telah menangkap orang-orang yang diduga sebagai penggerak massa STM se-Jabodetabek melalui media sosial dan aplikasi perpesanan WhatsApp. Mereka disebut mengajak massa untuk ikut bergabung dalam unjuk rasa penolakan Omnibus Law – Undang-Undang Cipta Kerja di Jakarta pada 8, 13, dan 20 Oktober lalu.