Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) menyampaikan sikap kritis-konstruktif terhadap berlakunya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dijadwalkan efektif mulai 2 Januari 2026.
Setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama Pemerintah, kedua produk hukum tersebut telah diundangkan dalam Lembaran Negara dan akan menjadi landasan baru sistem hukum pidana nasional. BEM FH UBK menilai, kehadiran RKUHP dan RKUHAP merupakan momentum penting untuk meninggalkan regulasi warisan kolonial yang selama ini dinilai belum sepenuhnya mencerminkan nilai keadilan sosial, kemanusiaan, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
BEM FH UBK juga menyoroti beredarnya berbagai informasi yang bersifat multitafsir di ruang publik terkait substansi RKUHP dan RKUHAP. Perbedaan penafsiran tersebut, menurut BEM FH UBK, berpotensi menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat apabila tidak diiringi dengan penjelasan yang komprehensif dan berimbang.
Ketua BEM FH UBK, Muhammad Abdi, menyampaikan bahwa RKUHP dan RKUHAP memiliki sisi positif dan tantangan yang perlu dicermati secara objektif. Salah satu aspek yang dinilai progresif adalah penguatan pendekatan Restorative Justice dalam sistem hukum pidana Indonesia.
“Restorative Justice dalam RKUHP yang akan berlaku mengedepankan asas kekeluargaan dan penyelesaian perkara secara damai di luar persidangan, tanpa mengesampingkan rasa keadilan bagi para pihak,” ujar Abdi, Sabtu (13/12/2025).
Lebih lanjut, Abdi menekankan pentingnya sosialisasi menyeluruh terhadap produk hukum baru tersebut. Menurutnya, tidak semua lapisan masyarakat memiliki kemampuan untuk menafsirkan secara utuh bunyi pasal demi pasal dalam RKUHP dan RKUHAP.
“Kami mendorong Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Hukum RI dan Kepolisian RI untuk membuka ruang sosialisasi yang luas hingga ke tingkat RT dan RW, agar tujuan hukum, kepastian hukum, serta perlindungan hak-hak warga negara dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tambahnya.
BEM FH UBK juga memandang positif penguatan peran advokat atau penasihat hukum dalam RKUHAP. Pengaturan tersebut dinilai sebagai langkah menuju sistem peradilan pidana yang lebih sehat, transparan, dan berimbang antara aparat penegak hukum dan warga negara.
Selain itu, Abdi menilai bahwa keberlakuan RKUHP dan RKUHAP menjadi ruang pembelajaran penting bagi mahasiswa Fakultas Hukum untuk lebih mendalami dan memahami praktik penegakan hukum yang berkeadilan, tidak hanya secara normatif, tetapi juga secara sosiologis.
Sebagai penutup, BEM FH UBK mengimbau seluruh elemen aparat penegak hukum untuk bersama-sama menjaga keseimbangan dalam penegakan hukum, menjunjung tinggi hak asasi manusia, serta mengedepankan prinsip keadilan substantif demi terwujudnya sistem hukum nasional yang berkeadilan dan beradab.

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan