JAKARTA – Pakar hukum Abd. R Rorano S. Abubakar mengingatkan bahaya laten dalam RUU KUHAP yang bisa melemahkan posisi Polri. Menurutnya, perlu batasan tegas terhadap kewenangan Kejaksaan dalam proses penyidikan.

Pengamat Hukum Tata Negara ini menyuarakan keprihatinan serius terhadap beberapa pasal dalam RUU KUHAP yang dinilai mengancam kemandirian Polri.

“Ada ketentuan yang memberi ruang terlalu besar bagi Jaksa ikut campur tahap penyidikan, ini berbahaya,” ujar Rorano di Jakarta, Minggu (20/7/2025).

Rorano memaparkan, idealnya Polri memiliki otoritas penuh dalam penyidikan, sementara Kejaksaan fokus pada penuntutan. “Tapi dalam RUU ini, garis batasnya kabur dan rawan disalahgunakan,” bebernya.

Salah satu poin kritis adalah mekanisme penyidikan bersama yang tidak diatur secara rigid. “Tanpa prosedur baku, bisa terjadi tarik-ulur kewenangan antara penyidik dan jaksa,” papar Rorano.

Hal ini dikhawatirkan akan memicu konflik horizontal antar lembaga penegak hukum.

Yang lebih mengkhawatirkan, menurut Rorano, adalah dampaknya terhadap masyarakat. “Kasus pidana bisa molor karena birokrasi internal, sementara tersangka dan korban jadi korban ketidakpastian,” tandasnya.

Rorano mendesak pembentuk UU untuk dapat memperjelas pembagian kewenangan, selanjutnya membuat mekanisme koordinasi yang transparan dan menyertakan sanksi bagi pelanggar prosedur.

“Jangan sampai RUU yang seharusnya memperkuat penegakan hukum malah jadi sumber masalah baru,” pungkas Rorano.