Jakarta – Inisiator Gerakan Nurani Kebangsaan (GNK), Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid, menyoroti keras pernyataan Agung Wisnuwardana, Direktur Indonesia Justice Monitor sekaligus eks pengurus Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), terkait isu penemuan uranium di Melawi, Kalimantan Barat. Habib Syakur menduga kuat isu ini tengah ditunggangi untuk menyebarkan narasi khilafah dan membangun ketidakpercayaan terhadap pemerintah yang sah.
Menurut Habib Syakur, rekam jejak digital Agung jelas menunjukkan keberpihakannya pada gagasan khilafah. Bahkan sebelumnya ia pernah membuat heboh publik karena menyodorkan ide kontroversial “proposal khilafah” atas nama aktivis 98. Kini, isu strategis seperti uranium kembali dimanfaatkan untuk memasarkan ideologi tersebut ke tengah publik.
“Ini bukan sekadar kritik kebijakan, tapi jelas ada agenda menunggangi isu strategis negara demi kepentingan kelompok khilafah,” tegas Habib Syakur dalam keterangannya, hari ini.
Habib menyebut, narasi Agung yang menyatakan uranium Melawi adalah “bukti kedaulatan” yang akan menentukan Indonesia jadi “pemenang atau pecundang” merupakan retorika yang sangat provokatif.
Terlebih, Agung secara terang-terangan menyebut bahwa hanya sistem khilafah dan syariat Islam yang mampu menjamin kedaulatan atas kekayaan alam seperti uranium.
“Ini framing politik ideologis. Seolah sistem demokrasi dan kapitalisme dianggap gagal, padahal kita tahu justru lewat sistem demokrasi, keterbukaan informasi, dan partisipasi publik-lah isu ini bisa dibahas secara rasional dan proporsional,” lanjutnya.
Habib Syakur mengingatkan, publik harus cermat membedakan antara kritik konstruktif dengan agitasi ideologis. Menurutnya, konten Agung yang kini viral di media sosial, baik di TikTok, Instagram, hingga YouTube, sangat rawan disalahartikan oleh kalangan awam, terutama umat Islam yang cenderung mudah tersentuh isu keumatan.
“Narasi semacam ini bisa menimbulkan distrust kepada pemerintah, menyulut sentimen antikapitalis, antiinvestasi asing, bahkan mengarah pada radikalisasi opini publik,” ujar Habib.
Lebih jauh, Habib menegaskan bahwa isu uranium seharusnya dibahas secara ilmiah, strategis, dan melibatkan lembaga-lembaga resmi negara seperti Kementerian ESDM, BATAN, dan DPR, bukan dibawa ke dalam wacana ideologi politik transnasional.
“Kalau setiap isu strategis kita serahkan ke tangan para pengasong khilafah, negara ini bisa kehilangan arah. Sudah cukup kita belajar dari sejarah HTI yang dibubarkan karena mengancam ideologi negara,” tegasnya.
Pihaknya pun memprediksi bahwa isu uranium Melawi berpotensi viral di media sosial, terutama di kalangan religius dan kelompok masyarakat yang cenderung anti-pemerintah. Dan naasi Agung yang menyebut “Indonesia jadi pecundang jika tidak kelola uranium sendiri” bisa bisa dimanfaatkan untuk delegitimasi negara dan mengangkat wacana khilafah sebagai solusi palsu.
“Kelompok-kelompok eks HTI sangat mungkin menunggangi isu ini sebagai bagian dari kampanye terselubung ideologi khilafah,” bebernya.
Habib Syakur mengajak seluruh elemen bangsa untuk waspada dan tidak membiarkan ruang publik dibajak oleh kelompok yang justru ingin mengganti sistem negara. Ia juga meminta aparat dan pemerintah lebih aktif mengawasi dan meng-counter narasi-narasi yang membahayakan stabilitas ideologi dan keamanan nasional.
“Uranium adalah isu strategis negara, bukan alat propaganda ideologi khilafah. Negara harus hadir mengedukasi publik dan menindak upaya penyebaran ideologi terlarang yang mengancam NKRI,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan