JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Kabinet Merah Putih memperoleh dukungan moral dari banyak tokoh masyarakat. Salah satunya dukungan penuh dari Khatib Shalat Idul Adha 1446 Hijriah di Masjid Istiqlal, Wan Jamaluddin.

Dalam khutbahnya, ia menegaskan bahwa MBG mencerminkan nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya solidaritas sosial dan keberlanjutan generasi bangsa.

Khatib yang juga menjabat sebagai Rektor UIN Raden Intan Lampung itu menyampaikan bahwa MBG bukan sekadar kebijakan pemerintah, tetapi bagian dari ajaran Islam yang mulia.

Ia menyebut program ini sebagai bentuk nyata dari kepedulian terhadap anak-anak Indonesia, terutama mereka yang membutuhkan asupan gizi demi masa depan yang sehat dan cerdas.

“Gagasan dan gerakan makan bergizi gratis untuk anak-anak Indonesia bukan hanya program pemerintah, tetapi bagian dari nilai Islam yang harus kita jalankan,” ujarnya saat menyampaikan khutbah kepada ratusan ribu jamaah di Jakarta, Jumat (6/6/2025) pagi.

Khutbah Idul Adha yang disampaikannya berfokus pada makna pengorbanan dan keikhlasan, mengangkat kisah Nabi Ibrahim AS serta Siti Hajar yang penuh perjuangan.

Kisah ini menggambarkan fondasi keteladanan dalam berkorban demi kemaslahatan umat manusia, yang kemudian melahirkan sumur zamzam, simbol keberkahan sepanjang masa.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ibadah kurban tidak berhenti pada ritual penyembelihan hewan semata. Nilai sejatinya terletak pada kepedulian sosial dan cinta kepada sesama.

Melalui pembagian daging kurban, umat diajak untuk memupuk empati dan mempererat ikatan sosial.

“Islam tidak hanya mengajarkan hubungan vertikal kepada Allah, tetapi juga horizontal kepada sesama. Amal baik seperti berkurban akan melahirkan empati sosial yang saling menguatkan saat musibah datang,” ucapnya.

Ia juga mengutip Surat Al-Baqarah ayat 272 untuk menekankan bahwa segala bentuk infak dan sedekah harus diarahkan pada jalan Allah agar memberi manfaat jangka panjang bagi pemberinya.

“Jangan berinfak di luar jalan Allah,” tegasnya.

Semangat berbagi yang ditanamkan dalam momen Idul Adha, menurutnya, menjadi jembatan antara kelompok mampu dan mereka yang membutuhkan. Jika semangat ini diinternalisasi dalam budaya bangsa, maka akan tercipta ekosistem sosial yang tangguh dan inklusif.

“Bayangkan jika semangat kurban menjadi budaya bangsa. Kita berbagi tidak hanya lewat daging, tetapi dalam berbagai bentuk program sosial,” tambahnya, mengaitkan dengan visi besar menuju Indonesia Emas 2045.