Jakarta – Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) masih dalam pembahasan di Komisi III DPR RI hingga saat ini.
Terkait hal tersebut, masih terdapat pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk dari beberapa akademisi dan ahli hukum terutama mengenai asas dominus litis yang membuat kewenangan kejaksaan akan semakin dominan dalam penegakan hukum.
Salah satu ahli dan akademisi hukum sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia, Dr. Hendri Jayadi Pandiangan, S.H., M.H. berpendapat bahwa asas dominus litis dapat memusatkan kekuasaan kejaksaan secara berlebih dan berpotensi dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenanang serta menjadikan kejaksaan sebagai alat kekuasaan politik.
Menurut Hendri, penerapan asas dominus litis juga dapat mengganggu prinsip keadilan dan akuntabilitas, check and balances, serta menciptakan penegakan hukum yang otoriter didominasi oleh kejaksaan dalam suatu penanganan tindak pidana.
“Kewenangan yang dominan pada penanganan tindak pidana berpotensi menimbulkan konflik antar institusi penegakan hukum dan intervensi politik” tegas Hendri saat ditemui di daerah Cawang Jakarta Timur.
Hendri menambahkan, peran Komisi Kejaksaan yang dinilai masih belum menunjukkan perannya secara konkret dalam pengawasan kewenangan kejaksaan menambah potensi penyalahgunaan wewenang media karena selain masih belum ada kepastian waktu dalam pembahasannya di DPR,
yang dominan dalam penegakan hukum oleh kejaksaan.
Hendri juga menyoroti terkait isu negatif yang sedang hangat berkembang di sosial media yang berkaitan dengan RUU Polri.
Ia menilai, RUU Polri yang tidak masuk dalam Prolegnas tidak sepatutnya mendapat image negatif di media sosial dikarenakan RUU Polri sendiri merupakan salah satu langkah yang tepat dalam mereformasi institusi Polri untuk bekerja lebih profesional.
“RUU Polri yang masih belum ada kepastian waktu dalam pembahasan di DPR belum patut untuk diberikan image negatif oleh publik melainkan yang harus dikritisi oleh publik ialah pembahasan RUU KUHAP di DPR yang berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan pada satu institusi jika tidak dikawal dengan baik” pungkas Hendri.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan