Jakarta – Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menyoroti dinamika pro dan kontra terhadap hasil suara Pilpres dan Pileg Pemilu 2024 dipengaruhi beberapa faktor mulai dari peserta, penyelenggara, para pendukung dll.
Terkait aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), menurutnya, tidak perlu ditutup karena menjadi alat bantu bagi masyarakat untuk memantau proses pemilihan umum.
“Sirekap sebenarnya baik, Pilkada sebelumnya juga sudah menggunakan sehingga bisa menjadi gambaran bagi masyarakat, ada disinformasi dimasyarakat yang menganggap Sirekap adalah hasil akhir, kekhawatiran masyarakat tidak percaya dengan teknologi,” tegas Khoirunnisa, hari ini.
Kata dia, apabila Sirekap ditutup, maka tidak punya lagi alat kontrolnya, meskipun ada banyak inisiatif, misalnya ada Kawalpemilu, Jagasuara, dan sebagainya. Mereka memang punya relawan, tapi tidak bisa men-cover ribuan TPS.
Dan agar sistem tersebut bisa berjalan baik disarankan agar KPU secara responsif segera memperbaiki yang salah dan memastikan bahwa formulir C1 terunggah dalam sistem serta bisa diakses oleh Masyarakat.
“Meskipun Sirekap sebagai alat bantu dan bukan hasil resmi, tetapi data rekapitulasinya akan diambil dari Sirekap sehingga datanya harus benar dan akurat,” ucapnya.
Dia juga angkat bicara soal Peluang Hak Angket. Hak Angket merupakan manuver Politik sehingga akan masih melihat situasi yang berkembang, untuk mengajukan hak angket sebenarnya sangat mudah karena hanya disyaratkan 25 orang dan lebih dari satu fraksi DPR sehingga sangat mungkin meskipun ada upaya meredam dari kelompok yang tidak setuju.
“Hak angket berkaitan isu kecurangan pemilu merupakan hak angket DPR sebagai wujud atau pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap cabang kekuasaan lainnya,” katanya.
Dikatakannya, DPR seyogianya menggunakan hak angket secara objektif untuk menemukan bukti pelaksanaan pemilu telah sesuai atau tidak dengan perundang-undangan meskipun tidak mempengaruhi hasil;
Dan soal gugatan PHPU di MK sesuai amanat Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yakni Mahkamah Konstitusi berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Kata dia, Pengawasan terhadap PHPU merupakan upaya yang penting untuk menjaga PHPU Pemilu 2024 dilaksanakan secara terbuka dan akuntable serta tidak melanggar Sapta Karsa Hutama Mahkamah Konstitusi (lambannya data softfile permohonan berdampak minimnya pemantauan oleh publik).
“PHPU perlu diselesaikan oleh MK sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh Peraturan PerundangUndangan yaitu 14 Hari Sejak diterimanya Permohonan Perkara PHPU Pilpres di MK dan 30 Hari Kerja sejak dicatatkan dalam e-BRPK MK untuk Perkara PHPU Pileg,” tuturnya.
Dia juga memberikan saran dan masukan untuk Polri adalah menyuarakan dukungan pelaksanaan tahapan Pemilu yang kondusif dengan mengedepankan konstitusionalitas sehingga Tindakan Masyarakat dalam merespon hasil Pemilu sesuai dengan aturan yang berlaku;
“Kita patut mengapresiasi siapa pun atau pihak mana pun yang akan mengajukan PHPU ke MK karena upaya PHPU di MK merupakan bagian dari mencari keadilan elektoral (electoral justice). The International IDEA (2002) menyebutkan salah satu dari indikator pemilu demokratis ialah kepatuhan dan penegakan hukum pemilu,” ucapnya.
Ia menambahkan Regulasi pemilu harus memberikan kesempatan dan juga waktu kepada para pihak yang merasa hak elektoral mereka dirugikan, untuk menyampaikan perselisihan (complaint). Pemilu merupakan arena kompetisi politik yang melibatkan banyak aktor sehingga dalam proses kompetisi tersebut tentu akan ada pihak yang merasa keberatan sehingga mengajukan pengaduan dan gugatan.
“Dalam rangka menjaga integritas proses dan hasil pemilu diperlukan adanya mekanisme untuk dapat mengakomodasi seluruh permasalahan pemilu yang mungkin akan muncul baik pada saat proses pencalonan, pada saat kampanye, pada saat pemungutan suara, maupun pada penghitungan suara,” sambungnya.
Selain itu, kata dia, hal yang tidak kalah penting upaya mengajukan PHPU ke MK juga untuk memastikan proses pencarian keadilan pemilu tersebut dapat dilakukan dengan adil, akuntabel, dan tepat waktu. Dan adanya upaya perselisihan pemilu seharusnya tidak hanya dipandang sebagai bentuk upaya pencari keadilan bagi para pihak yang merasa hak elektoral mereka dirugikan, tetapi juga merupakan upaya untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi sistem politik.
Untuk itulah, diperlukan adanya mekanisme penyelesaian sengketa pemilu (election dispute resolition) yang dapat menjamin stabilitas sistem politik dan dapat menjamin implementasi hak-hak politik dalam penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
“Prinsip utama keadilan pemilu ialah menegakkan hak pilih warga negara. Sistem keadilan pemilu harus mampu menjamin bahwa suara pemilih terfasilitasi dengan baik oleh penyelenggara Pemilu,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan