Jakarta – Rencana jangka panjang alias Long Term Plan (LTP) lifting minyak nasional sebesar 1 juta barel per hari (BOPD) di tahun 2030 akan dikaji ulang.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan, target tersebut bisa mundur 2-3 tahun alias menjadi tahun 2033.
Menurut SKK Migas, jalan terjal menuju target tersebut disebabkan operasional hulu migas terkendala pandemi COVID-19 selama 2 tahun. Pandemi juga membuat banyak proyek yang seharusnya sudah on stream, akhirnya tertunda.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menilai target 1 juta barel sebenarnya sudah sulit sejak awal, terlepas ada atau tidaknya pandemi COVID-19.
“Mau ada pandemi atau tidak ada pandemi, kalau mau mendapatkan 1 juta barel itu di tahun 2019 atau 2018 seharusnya (produksi) sudah mulai naik. Bukannya turun terus,” jelasnya kepada wartawan, Minggu (17/3).
Adapun realisasi lifting minyak sepanjang tahun 2023 mencapai 605 ribu BOPD. Sementara target lifting minyak di tahun 2024 sesuai APBN sebesar 635 ribu BOPD dan berdasarkan work, program, and budget (WPnB) targetnya 596 ribu BOPD.
Mandeknya lifting minyak nasional, kata Moshe, disebabkan penurunan alamiah dari lapangan-lapangan migas eksisting dan belum ada lagi penemuan besar (giant discovery) cadangan minyak yang bisa menopang penurunan tersebut.
Dengan demikian, jika pemerintah masih setia dengan peta jalan bisnis apa adanya (business as usual) tanpa ada upaya dan inovasi baru, maka target LTP tetap akan sulit tercapai meskipun sudah mundur menjadi 2033.
“Kalau dibilang mundur 3 tahun ya saya lihat ini makin lama makin pesimis kita jadinya. Cuma memang harapan kita sih bisa tercapai. Tapi kalau seperti ini terus kondisinya tanpa ada kemajuan, business as usual ya saya kurang bisa percaya untuk bisa tercapai,” tegas Moshe.
Menurutnya, penambahan produksi hingga 400-500 ribu BOPD masih sulit tercapai dalam waktu 10 tahun ke depan. Ada dua kunci untuk bisa mengejar ketertinggalan ini, yaitu semakin gencar eksplorasi dan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).
“Belum ada yang buat kita yakin bisa mencapai 1 juta dalam waktu 10 tahun. Susah, tidak mudah karena lapangan kita sudah depleted, sudah tua atau mature. Produksinya sudah mulai menurun secara alamiah,” tuturnya.
“Memang harus ada tambahan teknologi. Jadi dua hal, eksplorasi sama EOR. Dua hal itu bisa menaikkan produksi, kalau cuma mengerem penurunan ya kita bisa mengebor sebanyak-banyaknya, kalau menaikkan produksi EOR sama eksplorasi,” tambah Moshe.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan