MAKASSAR — Forum Rektor Indonesia atau FRI menyerukan pemilu damai. Dalam pernyataan sikapnya, FRI juga menyatakan menolak segala bentuk upaya provokasi yang dapat memecah belah persaudaraan serta tindakan yang mencederai pesta demokrasi.

Deklarasi Pemilu Aman dan Damai ini dibacakan di Makassar, Sabtu (3/2/2024) malam, dalam acara ramah-tamah di Rumah Jabatan Gubernur Sulawesi Selatan. Deklarasi ini berisi lima poin dan ditandatangani oleh 13 rektor dari sejumlah perguruan tinggi.

Adapun yang bertanda tangan adalah rektor Universitas Hasanuddin, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, Institut Teknologi Bandung, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Wahid Hasyim, Universitas Mataram, dan lainnya.

Ketua FRI Prof Dr Nurhasan mengatakan, seruan pemilu damai ini adalah bentuk dukungan perguruan tinggi dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

”Poin-poinnya adalah mengajak semua komponen untuk melaksanakan pemilu damai, menolak provokasi, dan menangkal hoaks,” katanya kepada wartawan di Kampus Unhas, Sabtu petang, sebelum deklarasi dilakukan.

Secara lengkap isi deklarasi ini adalah mengajak segenap komponen bangsa menyukseskan Pemilu 2024 yang aman dan damai. Menolak segala bentuk upaya provokasi yang dapat memecah belah persaudaraan serta tindakan yang mencederai pesta demokrasi. Di samping itu, bersama-sama menangkal berita hoaks dan ujaran kebencian yang dapat mengganggu jalannya Pemilu 2024.

Adapun poin keempat, warga negara yang mempunyai hak pilih agar menggunakan hak pilihnya sesuai dengan hati nurani dan tidak golput. Poin terakhir adalah kampus menjaga kondusivitas dan turut memberikan edukasi kepada komponen bangsa demi terciptanya pemilu yang jujur, adil, aman, dan damai.

Terkait pernyataan sikap forum guru besar Unhas pada Jumat (2/2/2024), Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa mengatakan bahwa hal tersebut pernyataan orang per orang.

“Itu tidak mewakili institusi. Mereka adalah dosen Unhas, tapi tidak mengatasnamakan seluruh dosen Unhas. Kami di universitas memang ada kebebasan mimbar akademik, tapi selalu diikuti dengan tanggung jawab. Sehingga apa pun itu harusnya sesuai kaidah organisasi. Kalau mau gunakan logo organisasi, tentu harus dalam koridor kerangka organisasi,” tuturnya di Unhas, Sabtu siang.

Sebelumnya pada Jumat, forum guru besar Unhas menyatakan sikap untuk menyelamatkan demokrasi. Salah satu poin penting dari pernyataan sikap ini adalah meminta presiden dan seluruh pejabat serta aparatur negara untuk tetap pada koridor demokrasi. Mereka juga meminta KPU, Bawaslu, dan seluruh penyelenggara pemilu untuk bekerja secara profesional.

Tak berselang satu jam setelah pernyataan sikap ini, Rektor Unhas mengeluarkan maklumat. Isi maklumat adalah enam poin yang di antaranya berisi pernyataan bahwa aksi guru besar tersebut tak mewakili Unhas.

Enam poin maklumat ini adalah meminta sivitas akademika Unhas untuk aktif menjaga situasi dan kondisi, termasuk ikut memperbaiki suasana perbincangan agar tidak mengarah ke hal-hal yang provokatif dan intimidatif. Kebebasan berpendapat dihargai dan dijunjung tinggi sebagai amanat konstitusi, tetapi pilihan politik yang beragam juga harus dihormati dan dihargai.

“Meskipun terdapat perbedaan pilihan dan preferensi calon presiden, saya ingatkan untuk tidak melakukan kampanye hitam terhadap calon presiden yang tidak disukai. Hindari menyebarkan informasi hoaks dan berita-berita yang belum terverifikasi kebenarannya dan tidak diketahui sumbernya. Mari kita menjaga atmosfer akademik yang sehat dalam bingkai kebebasan mimbar akademik yang bertanggung jawab,” demikian sebagaimana tertulis dalam maklumat.

Poin berikutnya adalah menjaga silaturahmi dan persaudaraan kampus serta dewasa menerima perbedaan pilihan politik dalam suasana kekeluargaan. Adapun poin ke-6 jelas tertulis bahwa adanya flyer yang mengatasnamakan guru besar dan dosen Unhas untuk mengajak menyampaikan keprihatinan ”Menyelamatkan Demokrasi” tidak mewakili Unhas sebagai institusi.