Tangerang Selatan, Banten – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah (Ketua DP) Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa mahasiswa harus menjadi insan-insan perubahan Indonesia menuju yang lebih baik dari sebelumnya. Hal itu dia sampaikan dalam Seminar Pembinaan Karakter Mahasiswa Buddhis Moderasi Beragama Ke-1 Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Sriwijaya Tangerang Banten, pada hari Jumat (19/01/2024).

Benny, sapaan akrabnya, membuka seminar dengan menyatakan kedudukan Pancasila dalam bangsa dan negara Indonesia.

“Pancasila adalah dasar filosofi bangsa dan negara Indonesia. Pancasila adalah pedoman dalam berperilaku, bertindak dan bernalar, serta menjadi dasar serta pondasi perilaku pengambil kebijakan, yaitu pemerintah yang menjalankan negara. Itu yang harus dipahami dan diketahui terlebih dahulu,” ujarnya.

“Sistem ekonomi kita, misalnya, tidak boleh kapitalisme yang hanya mementingkan persaingan bebas dan pasar, tetapi ada sebuah sistem dari negara yang melindungan yang lemah dan kecil. Sistem ekonomi kita harus berkiblat dengan nilai-nilai Pancasila.”

Dia pun menjelaskan nilai-nilai yang terkandung di Pancasila.

“Nilai Ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial. Yang paling sulit diwujudkan adalah nilai keadilan sosial, yaitu soal bagaimana semua masyarakat Indonesia tercukupi sandang, pangan, dan papannya. Seharusnya, semua bersih dari KKN, tapi sekarang sulit, karena KKN merajalela, apalagi kita bisa lihat, nepotisme terlihat sekali belakangan ini,” jelasnya.

Staf Khusus Ketua DP BPIP ini juga menyatakan bahwa nilai-nilai Pancasila harus menjadi habituasi masyarakat Indonesia.

“Dan itu tidak melanggar agama apapun, karena Pancasila itu internalisasi nilai-nilai agama yang ada. Nilai Ketuhanan tercermin di bagaimana manusia itu mencintai Tuhan, dan nilai kemanusiaan tercermin dalam bagaimana manusia melakukan internalisasi kecintaannya kepada Tuhan lewat penghargaan terhadap martabat manusia dan kesetaraan antar semua manusia. Nilai persatuan itu terwujud dalam bagaimana semua manusia bisa melaksanakan integritas, sinergi dan kerja sama.”

“Pancasila harusnya adalah sebuah radikal. Radikal itu berakar; kita berakar dengan agama kita masing-masing, dan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila adalah akar kita. Jangan samakan dengan radikalisme; radikalisme itu memaksakan dengan memakai kekerasan. Nah, radikalisme ini yang harus diperhatikan.”

Menurut Benny, radikalisme sangat mudah disebar, apalagi dengan kemajuan dan konsumsi teknologi komunikasi dan media sosial.

“Penyebaran radikalisme di era digital mudah, karena informasi sangat mudah didapat tanpa filterisasi, komunikasi tidak terbatas, serta penyebar-penyebar itu sulit dilacak karena orang mudah membuat identitas baru,” jelasnya.

Pakar komunikasi politik ini pun mengajak anak muda menjadi komunitas pemutus kata.

“Semua anak muda harus sadar dan mengerti literasi teknologi, literasi membaca media sosial dan berita-berita di portal online. Anak muda harus menjadi komunitas pemutus kata negatif. Filter, sharing informasi yang diterima, pastikan informasi datang dari sumber terpercaya, berbagilah informasi dengan bijak, dan laporkanlah jika ada berita-berita yang negatif.”

Benny menutup paparannya dengan sebuah seruan.

“Kalau mau jadi insan perubahan, kita harus punya jiwa inklusif, yaitu mengamalkan nilai-nilai Pancasila, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan sosial. Dan tetap serta harus menjadi anak muda yang kritis, dapat berita atau info harus bijak dalam menerimanya. Jadilah komunitas pemutus kata-kata yang negatif, serta kembangkanlah Indonesia menjadi yang lebih baik,” tutupnya.