Jakarta – Asosiasi Penambang Tradisional bersama APRI serta berbagai elemen pemerhati tambang menggelar kegiatan webinar mengupas tentang Perpres No. 55 tahun 2022.

Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 dibentuk dalam kerangka pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020 di mana sebagian dari kewenangan Pemerintah Pusat didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi dengan tujuan untuk pelaksanaan tata kelola yang baik dan efektif.

Dalam pendelegasian ini, regulasi-regulasi yang berada di atasnya akan tetap berjalan seperti semula. Pemerintah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Kewenangan dalam Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Bidang Usaha Pertambangan Batubara pada 11 April 2022 lalu.

“Perpres ini dibentuk dalam kerangka pelaksanaan UU No. 3 Tahun 2020 di mana sebagian dari kewenangan Pemerintah Pusat didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi dengan tujuan untuk pelaksanaan tata kelola yang baik dan efektif. Dalam pendelegasian ini, regulasi-regulasi yang berada di atasnya akan tetap berjalan seperti semula,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin, pada Konferensi Pers terkait Perpres Nomor 15 Tahun 2022 dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2022, secara virtual.

Kementerian ESDM tengah berkoordinasi dengan Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah agar transisi berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan kekacauan.

“Jangan sampai pemberlakuan Perpres ini akan menimbukan kekacauan dalam perizinan. Saat ini kami sedang mengatur perizinan yang masuk, sedang kami proses. Namun nanti ada batas waktunya untuk seterusnya prosesnya akan dilanjutkan oleh pemerintah Provinsi. Mohon bersabar, tidak ada niat dari pemerintah untuk menunda. Yang kami lakukan adalah membuat masa transisi berjalan dengan mulus sesuai tujuan dan hakekat Perpres ini,” sambungnya.

Perpres pada pokoknya mendelegasikan kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah Provinsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan. Selain IUP, pemberian perizinan lainnya berupa Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) untuk 1 Daerah Provinsi, Izin Pengangkutan dan Penjualan serta IUP untuk Penjualan golongan mineral bukan logam, mineral bukan logam jenis tertentu, dan batuan juga turut didelegasikan.

Mimid mengatakan, saat ini perkembangan dari proyek percontohan untuk semua komoditas sudah lebih dari 50% karena lokasi mineral emas telah disiapkan teknologi yang sesuai. Selain itu, calon penambang juga telah dibentuk ke dalam koperasi-koperasi dan anggota calon IPR telah dididik melakukan pengolahan pertambangan emas yang ramah lingkungan.

“Kemudian terhadap 6 provinsi pertambangan emas juga telah dilengkapi dengan dokumen pengelolaan pertambangan rakyat, dua di antaranya sudah memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sesuai dengan arahan KLHK,” ujarnya.

Pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah insentif dan kemudahan untuk IPR. Mimid menuturkan, pemerintah menyiapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) termasuk menyiapkan dokumen pengelolaan WPR sebagai panduan bagi pemegang izin pertambangan rakyat dalam melakukan kegiatan. Adapun pemegang IPR tidak dikenakan kewajiban iuran Tetap dan Iuran Produksi (royalti).

“Dokumen pengelolaan lingkungan disiapkan pemerintah dan Iuran Pertambangan Rakyat (IPERA) yang wajib dibayar oleh pemegang IPR dialokasikan oleh Pemda mengelola tambang rakyat melalui pemulihan lingkungan bekas tambang rakyat,” kata Mimid.