JAKARTA – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto angkat bicara perihal klaim Gubernur DKI Anies Baswedan yang menyebut Formula E memberikan dampak ekonomi sangat signifikan capai 2.6 Triliun.

“Soal dampak ekonomi bukan cuma bias sih, tetapi juga parameter nya tidak jelas. Kalau dibilang ada aktifitas UMKM terkait Formula E selama setahun, apa aja kegiatannya. Paling gampang kan merchandise,” tegas Hari Purwanto, hari ini.

“Klaim angka 2 Triliun lebih itu dari mana,” tanya dia lagi.

Sementara, kata dia, tidak ada ore event yang melibatkan masyakarat apalagi UMKM. Bahkan, lanjutnya, tidak ada official merchandise yang lazim merupakan jatah dagangan UMKM.

“Jadi UMKM ini mendapat dampak dari mananya? Saat helatan, jelas-jelas kawasan Ancol ditutup untuk publik,” tuturnya.

Kata dia, pengunjung Formula E hanya yang memiliki tiket saja. Sementara, dari pantauan media venue hanya ramai menjelang race saja atau menjelang sore.

“Di sejumlah pemberitaan pun disebutkan kalau UMKM yang buka stand di sana pemasukan tidak signifikan,” tambah dia lagi.

Bahkan, kata dia, ada yang memberitakan kalau pengunjung berdaya beli rendah. Pertanyannya apakah ada orang yang “mampu” beli tiket seharga 250ribu, tidak mampu beli makanan di venue?

“Jadi perlu dipertanyakan dan diaudit, kabar 60 persen dibeli orang asing apakah benar? Jika orang asing (luar Jakarta) yang beli tentunya venue akan ramai sejak pagi seperti di Mandalika,” sambungnya.

Dia melanjutkan penginapan di sekitar Jakarta ada lonjakan tamu. Sebab, 60 persen dari 50 ribu itu kan 30 ribu plus rombongan tim pembalap. Mestinya ada peningkatan penerbangan yang signifikan dan juga lonjakan tamu hotel.

“Nyatanya, para penonton TV yang menyaksikan aksi ini di layar kaca pun mahfum kalau pengunjung ramai dari unsur partai politik yang bawa rombongan simpatisan dan tidak tampak wajah bule yang lalu lalang di kursi penonton,” terang Pengamat Politik ini.

Masih kata dia, kebohongan publik dan pelanggaran UU. Selain tentunya melanggar rekomendasi BPK, unsur dugaan korupsi terpampang nyata di sini. Dalam UU No. 1 thn 1946 terkait peraturan hukum pidana Pasal 14 menyatakan. “Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.”