JAWA BARAT – Dinamika politik pasca pelaksanaan Pemilu 2019 dinilai masih cukup tinggi di masyarakat. Walaupun para elite, terutama para kontestan Pemilihan Presiden (Pilpres), sudah saling bertemu dan menunjukkan sikap negarawan mereka.

Namun potensi ancaman penyebaran berita bohong (hoaks), terutama dari oknum maupun kelompok radikal yang tidak menginginkan terciptanya kerukunan di masyarakat terjadi dinilai cukup besar.

Hal itulah menjadi alasan bagi Forum Pemuda Peduli Majalengka untuk mengadakan diskusi bersama untuk menangkal ancaman dampak negatif atas penyebaran berita hoaks maupun radikalisme sebagai residu politik 2019 (28/7) di Cafe Artha, Majalengka Weta, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.

Diskusi yang bertajuk “Rajut Kembali Persatuan dan Kesatuan Untuk Meredam Residu Politik Pasca Pemilu 2019” itu diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif serta meredam berbagai upaya negatif yang berusaha memecah belah bangsa.

Akademisi senior Majalengka, L Suprapto, menyatakan setelah pengumuman hasil sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), masyarakat masih menerima berbagai macam hoaks dan provokasi yang disebarkan melalui berbagai macam platform informasi digital.

“Pasca pengumuman MK, terkait sidang PHPU, masih terdeteksi bahwa penyebaran informasi hoax ataupun provokatif di lingkungan masyarakat. Hal itu tidak terlepas dari mudahnya masyarakat menerima informasi tanpa melakukan klarifikasi terhadap informasi yang didapatnya,” ujar Suprapto.

Di tempat yang sama, praktisi media massa Majalengka, Adam Darusalam, mengatakan bahwa muncul fenomena pergeseran fungsi dari media. Tidak sedikit kejadian, berita hoaks yang provokatif disebarkan menggunakan saluran komunikasi massa maupun pribadi masyarakat.

“Walaupun dalam teorinya, media berperan sebagai sumber informasi yang benar kepada publik, namun terdapat pergeseran manfaat media tersebut di masyarakat. Media kini bahkan dijadikan oleh berbagai oknum maupun kelompok untuk memprovokasi maupun membentuk opini yang diarahkan kepada hal negatif. Tidak jarang, radikalisme yang menjadi ancaman bangsa, juga dibentuk melalui berbagai platform media itu,” tegas Adam Darusalam.

Untuk itu, lanjut Adam, masyarakat perlu cermat dalam penggunaan media, baik media sosial maupun media massa. Sebab besar kemungkinan sebuah kebenaran dapat dirubah oleh oknum tertentu untuk mewujudkan kepentingannya.

“Publik bisa menilai bahwa penyebaran hoaks maupun paham radikal, kini menggunakan saluran informasi digital untuk mempengaruhi hal negatif ke masyarakat. Apalagi bagi masyarakat yang mudah terprovokasi atas pelaksanaan Pemilu 2019. Ini sangat bahaya, publik harus berhati-hati,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.