JAKARTA – Momentum kampanye, Komisioner Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Ai Maryati Solihah membeberkan potensi terjadi pelibatan anak. Di antaranya menjadi pelaku politik uang, diperlakukan sebagai objek diskriminatif seperti digunduli, dikasih cat ataupun disuruh untuk memasang atribut.

Kemudian anak-anak yang belum memilih dipalsukan datanya dalam Daftar Pemilih Tetap dan dijadikan pemilih untuk memenuhi kepentingan politik pasangan tertentu. 

“Ini kan ada langkah-langkah diluar ranah KPAI  tetapi kemudian menjadi persoalan anak Indonesia, yang harus kami suarakan untuk dilakukan bagaimana cara-cara kedepannya,” kata Ai, di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).

Untuk itu, lanjut dia, KPAI sedang intensif melakukan pemantauan potensi terjadinya pelibatan anak-anak jelang Pemilu 2019.  Sehingga tak terlibat kampanye praktis pasangan calon dan jauh dari isu SARA, dan hoaks. 

“Sampai saat ini kita pantau karena hal ini sangat serius yang muncul belakang inilah yang yang sifatnya hoax itu yaitu adanya informasi yang sesat atau ada bully,” tuturnya. 

Sementara terkait, banyaknya viral di media sosial dugaan eksploitasi anak dalam ranah politik. Ai menekankan sedang berupaya mengkoordinasikan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar melakukan terobosan di setiap satuan pendidikan agar mencegah anak tidak terlibat politik praktis. 

“Dengan pendidikan sebetulnya yang kita dorong setiap satuan pendidikan seperti sekolah, pondok pensantren, dan madrasah itu harus, memiliki kesamaan visi tidak posisikan anak-anak menjadi orang yang dipolitisasi. Kami akan koordinasikan dengan kementerian terkait,” bebernya.

Ditempat yang sama, Ketua KPAI Susanto sepakat agar di momentum hajatan lima tahunan ini bisa berlangsung penuh kesantunan tanpa ada pelibatan anak. Marwah proses Pilpres 2019 harus di jaga dengan baik dengan tidak menyalahgunakan anak dalan kegiatan politik.

“Kami bersepakat anak tidak boleh disalahgunakan dalam politik, SARA maupun bully, dll. Anak harus diamankan tumbuh kembangnya,” ungkap Susanto.

Dia mengakui proses politik yang kembali menggelar laga ulang antara Jokowi – Prabowo ini sangat luar biasa panasnya. Dan hal itu berpotensi pada kerentanan khususnya pada anak-anak itu sendiri.

“Kita berupaya memastikan bagaimana proses pendidikan di Indonesia bisa semakin baik. Jadi layanan pendidikan jangan sampai teracuni dengan politik. Karena kalau masuk bisa berbahaya bagi politik,” tuturnya.

Susanto berharap memasuki masa kampanye terbuka diharapkan kedua kubu tidak melibatkan anak yang belum memenuhi usia minimal pemilih pemula.

“Prinsipnya proses Pemilu harus berkualitas, anak tidak boleh dilibatkan menyebarkan materi kampanye, dan jurkam,” tambah dia.

Selain itu, dia mengajak semua elemen masyarakat untuk melawan berita hoax dan ujaran kebencian. Maka itu, Susanto mengingatkan agar penyelenggara Pemilu bisa bertindak tegas kepada para pelanggar. 

“Parpol harus memberikan pendidikan politik, prosesnya berjalan baik. Jangan gunakan anak dalam berpolitik,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.