Malang – Dosen Tarbiyah Universitas Malik Ibrahim Malang Dr. H. Zulfi Mubaraq menyebutkan bahwa doktrin jihad dan kondisi persoalan di lapangan menjadi motivasi dan faktor penting yang mengilhami para pelaku teror melancarkan aksinya.

“Mereka (pelaku teror) sering menunjukkan kerelaannya untuk memisahkan diri dari masyarakat luas dan keberaniannya untuk melakukan bom bunuh diri,” ungkap Zulfi Mubaraq.

Hal itu disampaikannya dalam seminar kebangsaan bertema “Mencegah Faham Radikalisme dan Bahaya Terorisme Terhadap Generasi Muda-Terorisme Bukan Islam, Islam Bukan Terorisme” yang diinisiasi Kesatuan Mahasiswa Malang Raya di Gedung Osman Masyur Lantai III Universitas Islam Malang Jl. Mayjen Haryono No.193, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Kamis (27/2/2018).

Menurut Zulfi, sejak kasus bom Bali, Pemahaman jihad sebagai landasan normatif perjuangan fisik disuburkan oleh kondisi sosial, politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan masyarakat Muslim di kawasan negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Aspek normatif ajaran jihad menjadi landasan pokok untuk menciptakan keadilan, menghilangkan penindasan dan fitnah.

“Demikian juga semua persoalan yang dihadapi oleh kaum Muslim dalam era kontemporer menjadi elemen penting dalam merumuskan ideologi baru,” kata dia.

Lebih lanjut, Zulfi mengaku heran kenapa terorisme yang mereka pilih jika digunakan sebagai cara melawan ketidakadilan, penindasan, dan fitnah. Selain motivasi ideologi, kata dia, ternyata masih ada dua faktor penting yang turut mendorong munculnya terorisme: Pertama, lemahnya kekuatan kaum Muslim. Para tokoh kaum radikalis, memandang ada kemerosotan moral para elit penguasa Muslim. Kaum radikalisme menuduh elit penguasa Muslim sebagai boneka negara Barat.

“Bukan hanya karena sistem pemerintahan sekuler yang mereka terapkan, namun juga karena kebijakan pemerintahannya yang dinilai lebih menguntungkan Barat daripada rakyat sendiri,” tuturnya.

Faktor penting berikutnya adalah pengakuan objektif kaum radikalis terhadap dunia non-Muslim yang telah mencapai puncak kemajuan, baik di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan stabilitas politik. Namun, kemajuan mereka ini digunakan untuk mengeksploitasi bangsa-bangsa lain di dunia, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak harmonis antara Timur dan Barat dalam kurun waktu yang cukup lama.

Bagi kaum radikalis, lanjutnya, melawan kaum kafir (Barat) merupakan sebuah konsekuensi agama maupun politik yang harus dilaksanakan.

“Mereka adalah orang-orang yang frustasi. Sebab mereka kalah dalam kemampuan fisik dan selalu dirugikan dalam dialog. Daripada hidup ditindas dan difitnah, mereka lebih baik mati sebagai “patriot”. Itulah pikiran yang ada di benak para pelaku bom bunuh diri dan sikap yang harus diambil,” cetusnya.

“Dalam melaksanakan aksinya sebagai “patriot” tersebut, para teroris memunculkan program-program pelatihan fisik dan mental untuk membentuk serta memperkukuh karakter diri. Mereka juga menfasilitasi siapa saja yang ingin menjadi “martir” guna menegakkan masyarakat yang dicita-citakan,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kesatuan Mahasiswa Malang Raya Muhammad Abdul Aziz SP mengaku bersyukur dengan banyak nya pihak yang mengapresiasi gelaran seminar kebangsaan tersebut. Pasalnya, ratusan mahasiswa antusias hadir mengikuti jalannya seminar.

“Rasa syukur, bahwa kegiatan yang kami adakan dalam rangka membentengi pemuda dan mahasiswa dari faham radikalisme dan bahaya terrorisme, banyak di apresiasi, ini terlihat dengan banyaknya yang hadir melebihi kuota yang kami sediakan, mencapai 250 orang,” tutup Aziz.

Temukan juga kami di Google News.