Jakarta – Pengamat Politik Edi Hasibuan menilai tulisan viral berjudul “NKRI Sudah Menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia” dengan copas mengatasnamakan Letjen Mar (Purn) Suharto terlalu berlebihan dan cenderung malah menakut-nakuti masyarakat.

“Ya begitu, saya kira jangan terlalu berlebihan melakukan broadcast yang menakut-nakuti masyarakat karena itu kasus perseorangan personal,” ungkap Edi Hasibuan, saat dihubungi hari ini.

Menurut mantan anggota Kompolnas itu, peristiwa tersebut bisa menimpa siapa saja, tidak hanya pada anggota Polri saja. Jika dilihat kejadian yang terjadi di Bogor, dia memastikan kejadian tersebut sifatnya sangat pribadi bukan institusi.

“Saya kira kasus itu terjadi karena sangat pribadi personal,” kata dia.

Dikatakan dia, menjadi tidak bagus kalau di kaitkan dengan institusi sebab masalah itu adalah murni oknum.

“Sifatnya pribadi, namanya pribadi personal ini bisa terjadi sama siapa saja,” ucapnya.

Dia pun mengharapkan agar anggota Polri untuk bisa lebih berhati-hati dalan menggunakan senjata api. Karena penggunaan senjata api sudah diatur dalam peraturan-peraturan.

“Senpi yang digunakan memiliki aturan. Kalau salah menggunakan senjata api bisa melukai orang lain, bisa membahayakan jiwa orang lain, bisa dikategorikan masuk dalam pidana itu salah,” tuturnya.

Hal senada juga dilontarkan Ketua Presidium Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) Willy Prakarsa bahwa tulisan copas Letjen Mar (Purn) Suharto dinilai lebay.

“Terlalu lebay dan didramatisir. Jelas-jelas masalah di Bogor itu adalah murni personal, tak ada hubungannya dengan institusi,” kata Willy.

Dia pun mengajak semua rakyat Indonesia untuk berfikiran jernih tidak mudah terprovokasi dengan tulisan viral yang tidak didukung dengan data akurat.

“Ini tulisan ngawur, sudah miliki sindrome kebencian di institusi. Nanti-nanti kalau ada kejadian orang terpleset kulit pisang, yang disalahkan Polisi lagi. Ayo bantu Polisi yang kini lagi berbenah untuk menjadi lebih baik. Stop propaganda kebencian ke institusi Polri,” tandasnya.

Sebelumnya, viral tulisan berjudul “NKRI SUDAH MENJADI NEGARA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA”

Copas:
Letjen Mar (Purn) Suharto.

Dari hari ke hari kehidupan kita bernegara semakin memprihatinkan.
Kejadian paling akhir yang sangat menyedihkan adalah terbunuhnya Fernando Wowor oleh anggota Brimob. Ini adalah wujud dari apa yang saya sebut terdahulu “Tirani POLRI”.

Apapun rekayasanya, baik rekayasa kejadian, rekayasa pemberitaan, dan pemeriksaan oleh POLRI sdh dapat dipastikan ke mana arahnya.

Bahkan saya terkesima dg pernyataan KAPOLRI bahwa anggota POLRI yang mencalonkan diri di Pilkada bisa kembali ke POLRI bila gagal. Bagi saya semua ini adalah power syndrom POLRI akibat Kecurangan/manipulasi berfikir Polri yg didukung oleh media mainstream yg sdh berpihak/tidak netral.

Polri seakan menantang semua semua aturan, karena merasa Negara ini bukan lagi negara hukum… negara ini Negara Polisi. Ironisnya ini akan berjalan terus, karena pembiaran oleh pemimpin negara.

Saya masih ingat saat di TV Presiden mengomentari ttg kabinet “biar saja menteri ada yang mau dangdut, ada yg kroncongan, ada yg pop dll”. Saya terkesima, jadi mereka berjalan sendiri sendiri, tidak ada derigen, tidak ada lagu yg dimainkan bersama.
Inilah yg kita rasakan sekarang “too many chiefs, no Indian”. Pembiaran ini mungkin setelah liberalisme masuk sejak jaman SBY yg lalu.

Oke kita kembali pd soal terbunuhnya Wowor. Apa pun alasannya, apa pun rekayasa kejadiannya, mari kita lihat dari kacamata hukum. Kita kembalikan posisi negara kita sbg “Negara Hukum”… BUKAN “Negara Polisi”.

Dalam bertugas pastilah polisi TIDAK sendiri-sendiri. Pasti body pairing dan pasti membawa alat komunikasi. Bagaimana mungkin langsung main tembak. Polri pasti punya SIAP. Ada proses laporan, ada proses tembakan peringatan dll. Ada apa tdk ada SOPnya. Saya khawatir ini tdk dijalankan.

Yg muncul adalah kecongkakan polisi akibat power syndrom: aku polisi… aku Brimob. Kalau ini dibiarkan, ini akan menumpuk rasa kebencian thdp Polri yg pd gilirannya akan merapuhkan NKRI. Ingat institusi bersenjata di Republik ini bukan hanya Polri.

Himbauan saya utamanya kpd pimpinan Polri kita harus dewasa: dewasa dlm berfikir, dewasa dlm berkehendak dan dewasa dlm bertindak. Dan lebih dari itu hrs kita sadari bahwa system negara kita saat ini salah, deviasinya semakin jauh dari UUD 45 asli.

Ajak dan pimpin anak anak kita kejalan yg benar. Semoga bermanfaat.
Amin!

Temukan juga kami di Google News.