Jakarta – Menjelang masa Pemilihan Umum dan Pilkada Serentak di tahun 2024, mau tak mau kita mulai menilai dan mengevaluasi kinerja pemerintahan Presiden Jokowi yang hampir menyelesaikan periode keduanya. Gerakan Revolusi Mental yang digaungkan oleh rezim ini sebagai jawaban atas disorotinya penurunan kinerja, maraknya intoleransi akibat politik identitas maupun maraknya perilaku dan tindak tanduk para pejabat dan pemangku kebijakan yang dipandang tidak mencerminkan nilai-nilai kebangsaan, dinilai belum cukup tangguh untuk dapat mengubah budaya dan mental bangsa untuk benar-benar mengikis bahkan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut yang sudah terlalu lama hidup dan mengakar di dalam perilaku kehidupan bangsa baik di tataran pemerintah maupun masyarakat.

Oleh karena itulah, pada Rabu 14 Desember 2022 Librty. Id menyelenggarakan Diskusi Politik Demokrasi bertajuk “Apakabar Revolusi Mental” secara daring melalui aplikasi Zoom dan ditayangkan secara live dalam kanal YouTube LIBRTYWATCHTV.

Diskusi politik demokrasi ini ingin mengupas dan mengevaluasi lebih lanjut mengenai apakah Revolusi Mental yang kemudian dituangkan sebagai Gerakan Nasional Revolusi Mental sebagai jiwa dari setiap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah masih benar-benar relevan dan efektif di masa sekarang ini, atau keberadaannya kembali hanya sekedar jargon tanpa adanya penerapan yang sungguh sungguh dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Diskusi yang diselenggarakan Pukul 19.30 malam Itu antara lain Menghadirkan Politisi PDIP Budiman Sudjatmiko, Pengamat Politik dari Socia Politica Acep Jamaluddin dan Staff Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Antonius Benny Susetyo sebagai narasumber.

Dalam kesempatan pertama sebagai pemantik diskusi, Moderator Agung Andrian menyatakan bahwa revolusi mental adalah seperangkat wacana yang diajukan oleh Tim Presiden RI karena melemahnya wibawa negara di berbagai bidang kasus-kasus seperti Korupsi Bantuan Covid-19. Juga penanganan yang lambat dan berlarut-larut terhadap Kasus Hukum ditubuh Polri yang melibatkan banyak sekali Anggota Kepolisian yang secara sistematis melakukan obstruksi keadilan serta banyak sekali ketimpangan dan ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat membuat muncul suatu pertanyaan besar bahwa apakah revolusi mental masih relevan di tahun kedelapannya?

Pertanyaan tersebut kemudian diperdalam oleh bahasan dari narasumber pertama, Acep Jamaluddin yang menyatakan bahwa revolusi mental adalah landasan kebijakan pemerintah yang dilanjutkan dengan Gerakan nasional Revolusi mental dan peta jalan Revolusi mental yang akan segera dilakukan pada segala aspek dan komponen pemerintahan.

“Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Revolusi mental benar6benar dilakukan dan bagaimana dampaknya dalam masyarakat ada tiga hal revolusi mental yaitu integritas, etos kerja dan gotong royong yang dimana tidak benar benar dilaksanakan dalam proses sehari hari pemerintahan.” tukas dia.

Acep menambahkan, “Hal ini terbukti dengan produk-produk hukum yang kurang mendapat tanggapan positif dari masyarakat yang cenderung memaksa dan memancing konflik, selain itu skandal hukum dalam kementerian dan lembaga yang sama sekali tidak menjadi contoh dan cermin bagi bangsa bahwa revolusi mental benar benar menjadi komitmen negara, khususnya pemerintah.”

Acep menyarankan hendaknya pembangunan fisik harus selaras dengan pembangunan mental sesuai dengan tujuan dari revolusi mental.

Menanggapi pernyataan tersebut, Doktor Ilmu Komunikasi Politik Antonius Benny Susetyo yang juga merupakan staff Khusus Dewan Pengarah BPIP menyatakan bahwa revolusi mental adalah gagasan Presiden Pertama bung Karno sebagai solusi, bagaimana bangsa ini memiliki kedaulatan, harga diri dan tidak terjajah.

“Gagasan inilah yang dituangkan oleh presiden Jokowi dalam Gerakan nasional Revolusi mental yang kemudian diaplikasikan dengan berbagai gerakan nasional sebagai dasar perbaikan mental dan kinerja aparat pemerintah yang antara lain gerakan Indonesia bersih, gerakan Indonesia Tertib dan gerakan Indonesia melayani.” jelasnya.

Benny mengatakan bahwa keberhasilan maupun Ketidakberhasilan ini tidak bisa dilihat secara hitam putih karena pada kenyataannya pengaplikasian gerakan ini dalam kebijakan, pola pikir dan program pemerintah pasti selalu ada yang berhasil ada yang tidak.

“Tidak boleh dipungkiri bahwa Pemerintah telah banyak memberikan kemajuan pemerataan pembangunan yang dapat dinikmati, khususnya rakyat dan wilayah yang belum terjamah pembangunan karenanya kita jangan hanya berfokus pada ketidakberhasilan ketidakberhasilan.” sambubg dia.

Bukti dan manfaat Gerakan Revolusi Mental dapat terlihat dengan adanya keinginan bergerak maju, transparansi pemerintahan dengan mudah diaksesnya data-data yang oleh birokrasi dan pemerintah terdahulu tidak dapat diakses, jadi kemajuan dan kemunduran revolusi mental ini harus dapat dilihat secara objektif dengan bukti-bukti keberhasilan maupun ketidakberhasilan yang dilakukan pemerintah Indonesia.

“Kita harus menggunakan ukuran objektif dengan data yang akurat bukan sebatas asumsi asumsi semata, dan sebagai bangsa Indonesia kita juga perlu tidak saja menilai tapi berusaha saling membantu dan saling memperbaiki agar revolusi mental ini benar-benar berhasil, demi meningkatkan sumberdaya manusia dan merubah paradigma masyarakat dan pemerintah menjadi bangsa Indonesia yang lebih baik.” tutup Benny.

Dalam kesempatan terakhir, narasumber yang juga merupakan Politisi PDIP, Budiman Sudjatmiko menyatakan bahwa masyarakat sendiri mulai tampak mengaplikasikan Revolusi mental dalam kehidupan sehari-hari.

“Hal ini terbukti dengan sudah ada keberanian untuk membongkar problem problem birokrasi namun pembangunan mental kita masih tertinggal dari revolusi yang bersifat fisik, harus ada kesinambungan dan ketulusan yang sama seperti Jokowi.” tandasnya.

Ia menilai perlu perubahan cepat terkait cara berpikir dalam mengelola segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita harus dapat menjawab tantangan dan problem yang hadir karena perubahan, kita harus bisa mendobrak kenyamanan dan pola pola lama hingga kita senantiasa terbarui dan terperbaiki sesuai dengan perkembangan zaman.” ujar Budiman dalam diskusi yang dihadiri oleh 100 peserta dari seluruh Indonesia tersebut.