Jakarta – Kelompok aktivis mengatasnamakan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GARANTOR) kembali berunjuk rasa didepan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Rabu (16/11/2022).

Dalam aksinya, mereka mendesak lembaga antirasuah untuk menindaklanjuti laporannya terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR RI Ahmad Sahroni dan Ahmad Ali.

“Kami disini telah yang kedua kalinya untuk mendesak KPK agar mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang melibatkan anggota DPR RI Ahmad Saroni dan Ahmad Ali,” tegas Koordinator Aksi Miftahudin.

“Segera KPK panggil Ahmad Sahroni dan Ahmad Ali, dan dalami laporan yang kami kirimkan,” kata Miftahudin lagi.

Nampak massa membawa spanduk bertuliskan “GARANTOR (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) meminta kepada KPK RI untuk segera mengusut tuntas indikasi tindakan korupsi yang melibatkan Ahmad Saroni dan Ahmad Ali yang sangat merugikan negara dan menciderai keadilan.

Menurut Miftahudin, pihaknya menduga ada praktik bisnis ilegal berupa jual beli BBM bersubsidi. Ahmad Sahroni diduga bekerjasama oleh “orang dalam Pertamina” dalam praktiknya menerima langsung dari penjual “kencing minyak” dari kru kapal yang dimuat 300 KL dengan 200 KL dibayar dengan harga dibawah pasaran dengan selisih harga Rp. 3000 s/d Rp. 5000 per liter.

Selain itu, tambah Miftahudin, Ahmad Sahroni juga diduga memasukkan barang mewah dari luar negeri tanpa melalui sistem yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

“Tindak pidana korupsi tersebut melibatkan Sdri. Ni Made Dwita Anggari selaku penjual dan Ahmad Sahroni selaku pembeli. Dalam praktiknya transaksi tersebut ilegal karena tidak dikenakan biaya pajak negara sebesar 25 persen per unit dari luar negeri dan diduga melakukan transaksi pembelian sebesar Rp. 5 Miliar untuk 10 unit sepeda,” sebutnya.

Selain dugaan kasus tersebut, pihaknya juga meminta KPK tidak menutup mata dengan adanya kasus yang diduga kuat melibatkan Ahmad Sahroni terkait kasus korupsi di Badan Keamanan Laut (BAKAMLA).

“Informasi yang beredar bahwasanya Ahmad Sahroni diduga menerima aliran dana dari PT. Merial Esa (ME) milik Fahmi Darmawangsa sebesar Rp. 9,6 Miliar,” katanya lagi.

Tak hanya itu, Miftahudin juga menyampaikan adanya dugaan keterlibatan Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali terkait dugaan korupsi kegiatan penambang ilegal yang telah merugikan aset negara dan melanggar ketentuan perundangan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999.

Dijelaskannya, infromasi yang berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya kegiatan tambang ilegal di Kabupaten Morowali Prov. Sulawesi Tengah tepatnya di lokasi Blok Bahodopi Utara (eks PT. Vale yang berdasarkan Kepmen ESDM No. 1802K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 yang merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) milik PT. Aneka Tambang dengan perusahaan daerah milik Pemrov Sulawesi Tengah, milik Pemkab Morowali, dan menjadi pengelolaan swasta.

“Informasi dari pihak berwenang bahwasanya PT. Vale berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 s/d 2015, namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 dan tidak ada perpanjangan. IUP-nya pun telah dicabut oleh Bupati Morowali 2013-2018 Sdr. Anwar Hafid, M.Si, namun beberapa tahun terakhir terlihat adanya kegiatan diduga ilegal di eks lokasi PT. Vale yakni di Blok 3 dan 4 yang berdampak langsung pada warga dan perkampungan sekitar,” tuturnya.

Dikatakannya, penambang ilegal secara besar-besaran yang terjadi di wilayah tersebut diduga dilakukan Ahmad Ali dengan memanfaatkan Ijin Usaha Pertambangan miliknya yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali pada tahun 2021 dengan alasan tumpang tindih dengan WIUPK blok Bahodopi Utara.

“Padahal, IUP yang dijadikan Ahmad Ali sebagai dasar legalitas PT. Oti Oye Abadi dan tidak terdaftar di dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) serta perusahaan tersebut telah dicabut oleh BKPM,” paparnya.

Ia melanjutkan sepak terjang Ahmad Ali diduga menyalahgunaan jabatan bisnis pertambangan tanpa izin resmi dan masih dalam proses sengketa dengan uraian sebagai berikut :

Pertama, Ahmad Ali mengklaim memiliki IUP yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali thn 2010 dengan No SK.540.2/SK.016/DESDM/I/2010 atas nama PT. Oti Oye Abadi dan IUP tsb tidak masuk dalam Mineral One Data Indonesia (MODI)

Kedua, IUP tersebut telah dicabut oleh Bupati Morowali thn 2016 pada tahun 2016 sebagaimana surat Gub. Sulteng No. 540/611/DESDM tgl 6 september 2017 dan Berita Acara Clean and Clear (CnC) Ditjen Minerba.

Ketiga, Kepmen 1282 tentang WIUPK digugat ke PTUN oleh Oti Oye Abadi dengan putusan di tingkat PN dikalahkan, di tingkat banding dimenangkan, dan di tingkat Kasasi dikalahkan.

“Kegiatan penambang ilegal yang dilakukan oleh PT. Oti Eya Abadi (OEA) di Blok Bahodopi Utara Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dengan penjelasan terlampir dan aktivitas tambang oleh Ahmad Ali banyak bersinggungan dengan kelompok terafiliasi eks napiter sehingga patut diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dengan penjelasan terlampir,” tambahnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka pihaknya menduga ada bau tak sedap dalam kegiatan penambangan nikel yang terjadi di Blok Bahodopi Utara Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah adalah KEGIATAN ILEGAL karena tidak memiliki semua perijinan, tidak ada dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan jaminannya serta merupakan bentuk perambahan hutan karena lokasi penambangan oleh PT. Oti Oye Abadi merupakan kawasan hutan lindung.

Selain itu, Ahmad Ali juga diduga kuat terlibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di wilayah Kabupaten Parigi Sulawesi Tengah.

“Kami meminta agar KPK untuk segera memproses laporan pengaduan kami. Selanjutnya segera panggil, periksa Ahmad Sahroni dan Ahmad Ali untuk mengusut tuntas kasus yang laporkan tersebut tanpa pandang bulu,” pungkasnya.