Jakarta – Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengendus upaya adu domba untuk membenturkan Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP) Jakarta dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka menelisik dugaan penyimpangan penggunaan anggaran penyelenggaraan Formula E.

“Sejak KPK RI memanggilnya dan melakukan pemeriksaan Anies dalam kapasitas sebagai Gubernur DKI Jakarta terkait penyelenggaraan Formula E, segala daya dan upaya dilakukan oleh para loyalis dan pendukungnya. Soemardjijo menyampaikan untuk memperkuat pernyataan Anies dengan berpatokan pada laporan BPK, sehingga ada dugaan BPK mau di adu domba dengan KPK RI. Ini pikiran picik dan licik.” tegas Hari Purwanto, hari ini.

Pernyataan Hari tersebut merespon Pakar Keuangan Negara, Soemardjijo yang menganggap pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK terhadap Anies Baswedan terkait Formula E dinilai tidak sesuai dengan hukum yang berlaku.

Hal ini disampaikan oleh dalam forum diskusi akademik bertajuk ‘Perhelatan Formula E dalam Perspektif Hukum, Ekonomi dan Politik’ di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022).

“Menurut ilmu keuangan negara, penyusunan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara itu kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Aparat penegak hukum tidak boleh melampaui masuk ke sana. Artinya, penyidik tidak boleh menentukan kalau belum ada statement dari BPK. Di dalam audit kinerja sudah menyatakan Formula E itu berjalan lancar,” tegasnya.

“Itu adalah setelah hasil LHP mengatakan perlu pemeriksaan dengan tujuan tertentu, baru BPK mengeluarkan SK, bentuk tim. Itu baru diserahkan ke penyidik, ini silakan periksa. Bukan penyidik datang membawa angka, ya nggak bisa. Dasarnya LHP, tanpa LHP, polisi, KPK tidak bisa memeriksa,” sambungnya.

Hari menilai pernyataan Soemardjijo adalah bentuk upaya adu domba pada lembaga negara yang kredibel dalam menangani kasus dugaan korupsi Formula E.

“Dua lembaga kredibil ditarik-tarik tentang dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E. Salah satu pakar hukum menyebutkan bahwa ada Perbuatan Melanggar Hukum (PMH), sedangkan dari Soemardjijo mengiring tidak ada kerugian negara (aliran uang yang dikorupsi). Persis seperti pernyataan Anies ‘Bila Anda Katakan Saya Ambil Uang, Tunjukkan, Bila Tidak Ada Buktinya, Maka Tuduhan Anda Batal’.”

Hari menyayangkan pikiran sempit dari loyalis Anies yang mempersepsikan bahwa korupsi hanya aliran uang dan anggaran yang masuk kantong pribadi.

“Mereka mempersepsikan korupsi itu hanya aliran uang dan anggaran sedangkan keputusan serta kebijakan tidak bisa masuk ranah hukum. Dari pakar sampai akademisi yang pro Anies, bahkan eks Komisioner KPK juga turun tangan. Kalau Bersih Mengapa Risih?” sentil Hari.

Hari berharap civil society cerdas menanggapi kasus-kasus dugaan korupsi. Bukan sekedar tergiring isu dan opini sana-sini.

“Dilaporkan dan dimonitor saja tidak berjalan karena sejumlah keadaan, apalagi cuma nyinyir di forum seminar, diskusi dan media sosial. Fiat Justitia Et Pereat Mundus, Hendaklah Hukum Ditegakkan Meskipun Langit Akan Runtuh.” pungkasnya.