Dalam diskusi titik temu pada hari Sabtu, 29 Oktober 2022, dibawakan oleh Pangeran Ahmad Nurdin dengan tema “Antara Jokowi-Ganjar Pranowo, Turun Naik Kepercayaan Publik”. Menghadirkan Yohan Wahyu Peneliti Litbang Kompas, Ermus Sihombing Pengamat Komunikasi Politik UPH, dan Immanuel Ebenezer Ketua Ganjar Pranowo Mania (GPM).

“Ketika penyampaian politik pertama Ganjar Pranowo di acara Christian, Ganjar Pranowo tanya sikap politik. Saya yang menanggapi sifat Ganjar Pranowo. Ada keraguan publik untuk maju CAPRES 2024. Siapa wakilnya Ganjar Pranowo? apa partai yang mendukung?” jelas Immanuel Ebenezer.

Ia juga mengingatkan terkait sanksi kepada Ganjar Pranowo. Menurutnya pemberian sanksi itu harus ada pelanggaran.

“Tapi ini kan nggak ada pelanggaran, tapi ada sanksi. Dan pasca sanksi itu tren mas Ganjar semakin naik. Saya belum tahu secara risetnya mas Ganjar naik atau gimana sekarang,” kata bang Immanuel.

Immanuel menambahkan bahwa Ganjar diberikan tiket untuk maju ke Capres 2024. Tapi perlu diingat bahwa politik adalah panggung sandiwara.

“Pesan dari sandiwara itu yang bisa diambil oleh mas Ganjar adalah hati masyarakat. Dan mendapatkan sanksi adalah mas Ganjar maju di Capres 2024, ini yang disampaikan di setiap pesan komunikasi yang dilontarkan oleh pengamat politik. Dan kemudian kita bicarakan teguran, kita lihat dari dua hal. Positifnya bagi politik sekalipun partai-partai ini berani. Sisi komunikasi stiap etika brlaku subjektif. Ada pesan yaitu apa sih yang tidak siap bagi Ganjar? Secara etika hukum boleh. Kita akan tarik daripada etika scara umum. Positifnya bagi ganjar adlah dia berani mengambil resiko.” tukasnya.

Sedangkan Yohan Wahyu membahas terkait survei kepuasaan publik terhadap pemerintah. Memang scara umum evaluasi terhadap pemerintah menurun 67 persen.

“Ada beberapa poin yang menyimpang di aspek ekonomi dan politik. Ada isu kenaikan BBM sangat mmpengaruhi persepsi publik. Menariknya, latar belakang responden isu evaluasi cenderung Simpatisan. Kinerja pemerintah yanh menurun adalah di bidang ekonomi. Juga ada kasus Sambo dan Kanjuruhan yang sangat mempengaruhi persepsi publik.” tegas Yohan.

Aspek ekonomi Publik mempengaruhi kinerja pemerintah. Terlebih soal kenaikan BBM yang dikaitkan dengan zaman SBY. Untuk survei, dilihat juga faktor pengalaman dan persepsi. Relatif aman 60-70 persen. Publik masih berharap kinerja pemerintah makin baik.

“Jadi kita lihat 100 persen yang memilih Pak Ganjar adalah pemilih Jokowi di tahun 2019” pungkas Yohan Wahyu, Peneliti Litbang Kompas.

Ketika ditanya soal PDIP apakah harus didorong dulu oleh Ganjar, pakar komunikasi politik Emrus Sihombing menjawab.

“Itu memposisikan dari segi komunikasi politik, bahas Indonesia, kita “pokoknya”. Makanya, “Pokoke Ganjar, Pokoke Puan Maharani”. Dan membutuhkan effort yang luar biasa. Semakin populer seseorang maka bergantung biaya politik, Cost politiknya lebih murah Ganjar dan Puan. Tapi soal kesukaan belum diteliti. Menurut hipotesa saya tidak jauh dari dua sosok ini. Mereka mengdepankan ideologi. Dan Ibu Mega masih pusing. Anies kalau bisa lawannya jangan Ganjar, akan lebih mudah. Dan kalau yabh dihadapi oleh Anies adalah Ganjar, kinerjanya variabel tidak terlalu berpengaruh. Kalau PDIP tidak memilih Ganjar, bisq kalah.” tegas Emrus Sihombing Pengamat Komunikasi Politik UPH.

” PDIP butuh calon yang punya dampak elektoral. Apapun kekalahannya akan berdamoak psikologis. Kita lebih berstrategi untuk Ganjar. Seharusnya Ganjar bisa merekrut pemilih diluar pemilih Jokowi.” sambung Emrus.

Oleh karena itu butuh krmatangan aktor politik. Butuh kefewasaan demokrasi.

“Ketika ada orang yang di down great. Efeknya 5 tahun pembangunan kedepan. Dan demokrasi kita harus berbasis pada kemanusiaan dan keadabaan sesuai dengan sila kedua.” tukas Ermus Sihombing

Immanuel menganggap perlunya adab demokrasi. Karena ada trauma demokrasi yang dimiliki bangsa.

” Rekonsiliasi itu penting. Semua aib bisa terlihat di era digital. Semoga ada gagasan untuk bangsa ini dan bisa diimplementasikan.” harap Immanuel Ebenezer.

Tidak mudah mengembalikan kepercayaan publik. Dan pemilu ini menjadi ajang kontestasi hubungan sosial, membuat kekayaan kita menjadi rapuh dari politik.

“Dan 60 persen anak muda tidak mau masuk politik. Kalau yang masuk politik asal saja akan berbahaya. Ingatlah pemilu harus menyatukan bukan menjadi perbedaan. Dan kita punya harapan besar Pemilu 2024. Semoga tidak terjadi luka lagi.” tutup Pangeran Ahmad Nurdin.