Jakarta – Direktur Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menyoroti fenomena ajakan aksi kepada masyarakat (publik) untuk mengepung Gedung DPR RI Jakarta pada hari Jum’at 29 September 2017 yang mulai marak disosialisasikan melalui media sosial dan WA group dikelompok-kelompok sosial masyarakat.

Menurut Hari Purwanto, harapan dari isu yang diangkat penolakan terhadap Perppu Ormas dan isu kebangkitan PKI itu bisa disambut oleh masyarakat (publik).

“Caranya adalah dengan memodifikasi sejarah kelam soal PKI dan isu kekinian dengan keluarnya Perppu Ormas yang bertujuan membubarkan ormas yang tidak mengakui Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila,” kata Hari Purwanto, hari ini.

Menurut dia, aksi yang diikuti oleh kelompok mayoritas muslim dengan trend mark menggunakan angka-angka diawali dari aksi 411, 212 sampai dengan aksi nanti 299 itu haruslah disikapi secara bijak karena sudah final bangsa ini membangun konsensus dalam bingkai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Jangan sampai aksi 299 ditunggangi oleh kelompok yang bertentangan dengan tujuan berbangsa dan bernegara, salah satunya adalah HTI yang menolak dasar negara Indonesia dan memperjuangkan khilafah,” sebut dia.

Padahal, kata Hari Purwanto, gerakan yang dilakukan HTI itu sudah bertolak belakang dari kehidupan masyarakat (publik) Indonesia yang berhaluan Pancasila. Dia tak ingin publik khususnya kaum muslim terprovokasi oleh gerakan dan aksi massa yang diarahkan memberikan dukungan kepada HTI yang anti Pancasila.

“Akan ada pihak-pihak yang bermain diair keruh untuk memecah belah bangsa Indonesia, dan HTI salah satu kelompok yang bermain dalam air keruh untuk memenangkan perjuangannya menuju khilafah,” ungkap Hari Purwanto.

Lebih lanjut, Hari mengatakan tidak menutup kemungkinan HTI bakal memanfaatkan setiap momentum yang ada, bila perlu saling mengadu domba antara kelompok muslim dibangsa ini. Oleh karena itu, tambah dia, mari bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan diantara anak bangsa dengan memegang teguh kesepakatan yang tertuang dalam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sudah cukup darah dan air mata para pendiri bangsa yang mempertahankan Indonesia tercinta. Kita harus menjaga meneruskan cita-cita tersebut sesuai Pembukaan UUD 1945 dan 5 (Lima) sila Pancasila,” tukasnya.